Sorong, DKPP – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Ratna Dewi Pettalolo memberikan pesan kepada penyelenggara pemilu agar senantiasa menjalankan tugasnya dengan berpedoman pada prinsip-prinsip kerja yang sesuai dengan ketentuan hukum dan etika yang berlaku.
“Pesan kami kepada penyelenggara pemilu, ketika ada permasalahan yang disampaikan ke DKPP berarti ada hal yang dinilai oleh pengadu mungkin belum sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu,” ungkapnya di Sorong, Kamis (28/8/2025).
Menurutnya, ini harus menjadi pelajaran untuk seluruh penyelenggara pemilu di Indonesia untuk selalu mawas diri dan melakukan refleksi diri terhadap pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenangnya, baik itu dalam masa tahapan pemilu/pilkada maupun masa nontahapan.
Perempuan yang karib disapa Dewi ini berharap semua penyelenggara pemilu dapat memahami bahwa jabatan yang didudukinya adalah sebuah amanah untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia dan juga membuat masyarakat percaya terhadap proses demokrasi itu sendiri.
Dengan demikian, ia menyebut semua kerja yang dilakukan penyelenggara pemilu adalah tidak hanya untuk kebaikan semua masyarakat Indonesia, tetapi juga untuk reputasi pribadi.
“Karena kalau masyarakat kita percaya pada penyelenggara pemilu berarti kan kita sudah menorehkan sejarah baik, catatan baik dalam perjalanan karir kita. Dan saya kira itu modal yang sangat penting,” terang Dewi.
Pesan tersebut disampaikan perempuan yang karib disapa Dewi ini dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) untuk perkara Nomor 142-PKE-DKPP/IV/2025 di Kantor Bawaslu Provinsi Papua Barat Daya, Kota Sorong.
Sidang ini tidak berlangsung lama karena pengadu mencabut aduannya. Dalam surat pencabutan perkara tertanggal 26 Agustus 2025, pihak pengadu memaparkan sejumlah alasannya, di antaranya potensi perpecahan di tengah masyarakat Kabupaten Maybrat serta stabilitas keamanan dan kedamaian di kabupaten tersebut.
Dewi menyebut bahwa berdasar ketentuan pedoman beracara di DKPP, pencabutan aduan memang tidak mengikat terhadap DKPP. Namun, setelah mencermati alasan-alasan yang dikemukakan pengadu dalam mencabut aduan ini DKPP memutuskan untuk menerimanya.
“Kami sudah mempertimbangkan alasan pencabutan yang disampaikan dan pleno menyetujui pencabutan perkara ini dan sidang dinyatakan tidak dilanjutkan,” ungkap perempuan peraih atribut Pengawas Pemilu Terbaik Tingkat Provinsi Sulawesi Tengah 2009 ini.
Perkara Nomor 142-PKE-DKPP/IV/2025 sendiri diadukan oleh Calon Bupati Maybrat pada Pilkada 2024, Agustinus Tenau, yang memberikan kuasa kepada lima orang, di antaranya adalah Arsi Divinubun dan Candra Salim Balyanan.
Mereka mengadukan 11 penyelenggara pemilu dari KPU Kabupaten Maybrat dan Bawaslu Kabupaten Maybrat. Teradu dari KPU Kabupaten Maybrat adalah Dominggus Isir (Ketua), Felix Ulis Sasior (Anggota), Imanuel Tahrin (Anggota), Jonni Naa (Anggota), Titus Nauw (Anggota), Thimotius Isir (Plt. Sekretaris), dan Mj. Trisna Ardianto (Staf operator SIAKBA).
Pihak teradu dari Bawaslu Kabupaten Maybrat adalah Asmuruf (Ketua), Agustinus Kaaf (Anggota), Yermias Kambuaya (Anggota), dan Amon Baho (Staf Penanganan Pelanggaran Penyelesaian Sengketa).
Dalam formulir aduan, pihak pengadu mendalilkan sejumlah tuduhan, di antaranya adalah sebelas teradu diduga bekerja sama untuk memenangkan pasangan calon (paslon) Bupati dan Wakil Bupati Maybrat atas nama Karel Murafer dan Ferdinando Solossa dalam Pilkada 2024.
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis, Ratna Dewi Pettalolo, yang didampingi dua Anggota Majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Papua Barat Daya, yaitu James Jansen Kastanya (unsur masyarakat), Farli Sampe Toding Rego (unsur Bawaslu), dan Alexsander Duwit (unsur KPU). [Humas DKPP]