Palu, DKPP – Indonesia sejatinya mengalami problem dalam aspek etika. Hal ini pun terjadi pada penyelenggaraan Pemilu.
Demikian disampaikan Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Ratna Dewi Pettalolo dalam kegiatan Rapat Evaluasi Kelembagaan Bawaslu Kabupaten/Kota se-Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) yang digelar oleh Bawaslu Provinsi Sulteng di Kota Palu, Sulteng, Sabtu (27/7/2024).
Dalam kesempatan ini, Ratna Dewi menggarisbawahi bahwa problem etika merupakan sebuah masalah tersendiri dalam penyelenggaraan Pemilu di Indonesia. Permasalahan etika dan adanya kekosongan hukum dalam penyelenggaraan Pemilu inilah yang menjadi alasan bedirinya DKPP.
“Etika merupakan masalah terbesar yang dihadapi oleh penyelenggara pemilu di Indonesia dalam Pemilu tahun 2024,” ujar perempuan yang karib disapa Dewi ini.
Ia berpendapat, hakikatnya memang tidak ada hukum yang sempurna. Namun, ketidaksempurnaan itu seharusnya dapat ditutupi oleh penegak hukum yang bekerja dengan profesional dan berorientasi pada keadilan.
Menurutnya, penegak hukum yang tidak profesional dan berorientasi pada keadilan akan semakin memperlebar celah “ketidaksempurnaan” pada hukum dan tentunya juga memperburuk problematika etika di Indonesia.
Dalam konteks kepemiluan, Dewi menyebut Bawaslu sebagai pengawas Pemilu sekaligus penegak hukum Pemilu sehingga posisinya sangat penting dalam penyelenggaraan Pemilu. Oleh karenanya, ia mengingatkan agar jajaran Bawaslu agar menjaga independensi dan integritasnya sehingga permasalahan etika dalam penyelenggaraan Pemilu di Indonesia tidak bertambah buruk.
“Tidak ada hukum yang tidak dapat terselesaikan jika penegak hukumnya baik,” ujar Dewi.
Acara ini sendiri dihadiri oleh seluruh Ketua dan jajaran Bawaslu Kabupaten/Kota se-Provinsi Sulawesi Tengah.
Kepada para hadirin, Dewi mengingatkan jajaran Bawaslu yang tidak menjalankan tegas dan fungsinya dengan baik tentu sangat berpotensi untuk diadukan pihak-pihak tertentu kepada DKPP. Jika memang aduan tersebut terbukti, lanjut Dewi, tentunya DKPP takkan segan untuk memberi sanksi kepada jajaran Bawaslu yang diadukan.
Hal ini dilakukan bukan hanya untuk memberikan efek jera kepada penyelenggara Pemilu yang lain, tapi juga untuk menjaga kehormatan lembaga sehingga masyarakat tetap percaya pada proses dan hasil Pemilu lantaran diselenggarakan oleh orang-orang yang profesional dan berintegritas.
Lebih lanjut, Anggota Bawaslu RI periode 2017-2022 ini juga menyebut, DKPP akan memberikan sanksi yang lebih berat jika terdapat penyelenggara Pemilu yang kembali diadukan dan juga kembali terbukti melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP).
“Ini adalah bentuk komitmen kami untuk menjaga integritas pemilu dan memastikan bahwa setiap pelanggaran ditangani dengan serius dan adil,” jelas Dewi.
Kendati demikian, ia juga menegaskan bahwa persidangan yang digelar DKPP bukanlah untuk mencari kesalahan para penyelenggara Pemilu, melainkan untuk mencari kebenaran dari setiap aduan yang masuk.
Sehingga Dewi pun mengatakan, DKPP tidak akan memberikan sanksi kepada penyelenggara Pemilu yang telah bekerja dengan baik.
“Jika suatu aduan terbukti tidak benar, maka tidak ada sanksi yang akan diberikan,” ungkap perempuan yang pernah menerima penghargaan sebagai Pengawas Pemilu Terbaik Tingkat Provinsi Sulawesi Tengah pada 2009 ini. [Humas DKPP]