Jakarta, DKPP – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengingatkan penyelenggara Pemilu agar tidak menyepelekan sanksi etik yang dijatuhkan DKPP.
Menurut Raka Sandi (sapaan akrab, red), sanksi etik dalam hal-hal tertentu, bisa lebih berat dibandingkan sanksi hukum, karena sampai sejauh ini dalam peraturan perundang-undangan Pemilu belum diatur kapan kedaluarsanya.
Hal tersebut disampaikan Raka Sandi dalam Rapat Pembekalan Tim Seleksi Jawa Barat, Papua, Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan yang diselenggarakan Bawaslu RI di Jakarta, Kamis (23/2/2023).
“Sanksi etik dalam kultur dan kehidupan sosial masyarakat yang religius bisa jadi akan diingat dan menjadi catatan seumur hidup. Tidak kenal kedaluarsa dan akan terus melekat. Oleh karena itu perlu dilakukan pencegahan dan jangan dianggap enteng,” ungkap Raka Sandi.
Raka Sandi mengungkapkan tidak sedikit penyelenggara yang tidak lolos ketika kembali mendaftar sebagai penyelenggara Pemilu karena pernah disanksi oleh DKPP.
“Manakala kembali maju sebagai penyelenggara, tim seleksi akan melihat track record-nya apakah pernah disanksi DKPP atau tidak. Itu sering terjadi saat seleksi,” lanjutnya.
Tim seleksi memiliki peran penting dan menentukan dalam pemilu. Penyelenggara yang terpilih dari hasil kerja tim seleksi diharapkan memiliki integritas dan kredibilitas, serta profesional dalam mewujudkan pemilu yang bermartabat.
Dalam kesempatan ini, Raka Sandi menambahkan sejak tahapan Pemilu tahun 2024 dimulai, 14 Juni 2022 sampai 17 Februari 2023, DKPP telah menerima 210 pengaduan. Seluruh aduan harus lolos verifikasi adminitrasi maupun materiil sebelum disidangkan.
“Ini juga salah satunya karena kemudahan pengaduan ke DKPP, lewat email, pos atau datang langsung. DKPP juga memiliki standar yang tinggi bagaimana aduan ini bisa disidangkan,” pungkasnya. [Humas DKPP]