Sleman, DKPP – Meski bukan perkara yang mudah, pemilu yang demokratis dan berintegritas bisa menjadi salah satu pintu untuk mewujudkan cita-cita Indonesia emas pada tahun 2045 dalam perspektif tata kelola pemilu.
Demikian disampaikan Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi dalam Seminar Nasional Paradigma Indonesia Emas 2045 Ditinjau dari Perspektif Keadilan Sosial dan Kesejahteraan Umum pada Sabtu (16/12/2023).
“Indonesia Emas 2024 tidak akan terwujud jika pemilunya tidak berjalan dengan demokratis dan berintegritas,” kata I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi di Auditorium Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII).
Pemilu demokratis dan berintegritas, menurut Raka Sandi (sapaan akrab), adalah pemilu yang konstitusional berdasarkan peraturan perundang-undangan serta moral etika berbangsa dan bernegara.
Etika memiliki peran yang sangat penting dalam pemilu. Raka Sandi mencontohkan DKPP menerima ribuan pengaduan dari masyarakat terkait dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) selama 11 lembaga ini berdiri.
“Ini bisa menjadi contoh dan insipirasi bagi kita semua bagaimana pentingnya moral etika dalam pemilu maupun kehidupan berbangsa dan bernegara,” tegasnya.
Raka Sandi juga memaparkan langkah-langkah yang telah dilakukan oleh DKPP dalam mewujudkan pemilu yang demokratis dan berintegritas. Salah satunya melalui Rakornas Penyelenggara Pemilu dan Rakor Penyelenggara Pemilu di empat wilayah beberapa waktu lalu.
Sebagai informasi, Seminar Nasional Paradigma Indonesia Emas 2045 Ditinjau dari Perspektif Keadilan Sosial dan Kesejahteraan Umum diselenggarakan oleh Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) UII.
Narasumber lain dalam kegiatan ini adalah Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo dan Guru Besar Hukum Internasional FH UII Prof. Sri Wartini.
Dalam sesi tanya jawab, Muhammad Hasyim mempersoalkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang ulang kali diuji di MK. Menurut mahasiswa semester FH UII ini, undang-undang tersebut telah diuji sebanyak 92 kali.
“Melalui undang-undang dasar, negara membuka ruang seluas-luasnya bagi meraka yang memiliki legal standing untuk melakukan uji materi karena dinilai merugikan hak konstitusionalnya,” jawab Raka Sandi. (Humas DKPP)