Jakarta, DKPP – Menjadi seorang penyelenggara pemilu sekarang ini bukan hal yang mudah. Selain tugasnya yang sangat berat melahirkan pemimpin dari pusat sampai daerah, kebebasan penyelenggara digadaikan serta dibatasi oleh aturan dan etika.
Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Prof. Teguh Prasetyo mengatakan hak dasar yang dijamin oleh konstitusi seperti berkumpul dan menyatakan pendapat tidak bisa diperoleh lagi oleh penyelenggara pemilu.
Hal tersebut disampaikan Teguh dalam kegiatan Bimbingan Teknis Peraturan KPU (PKPU) tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu serta Pengenalan Fungsi Sipol kepada KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota yang dilaksanakan oleh KPU RI.
“Menjadi penyelenggara adalah tuntutan yang sangat berat, kebebasan berinteraksi dengan siapapun, mengutarakan pendapatan itu digadaikan dengan aturan dan prinsip etika” ungkapnya, Sabtu (23/7/2022) malam.
Dengan demikian, sambung Guru Besar Hukum Pidana Universitas Pelita Harapan (UPH) ini, lahir DKPP yang bertugas menegakan kode etik sehingga penyelenggara pemilu tetap profesional, berintegritas, dan bermartabat.
“Sebagai penyelenggara harus bisa menjaga diri dengan meletakan etika sebagai satu kesatuan prinsip moral supaya menghadapi godaan dan cobaan yang datang langsung kepada saudara semua,” lanjutnya.
Profesi penyelenggara pemilu, menurut Teguh, rentan digoda dalam kontestasi pemilu di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota oleh peserta pemilu, baik itu pasangan calon, partai politik, serta pendukung pasangan calon.
Selain berpegang pada prinsip etika, Teguh juga mengingatkan agar seluruh penyelenggara pemilu tetap berpijak pada filsafat pemilu sebagai fondasi dalam menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya dalam melahirkan pemimpin.
“Dari data statistik DKPP sejak berdiri sampai sekarang, lebih banyak penyelenggara direhabilitasi nama baiknya (tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik). Justru yang diberhentikan hanya sebagaian kecil saja, lebih banyak yang tidak terbukti,” tegasnya.
Dalam kesempatan ini, Teguh menegaskan penanganan perkara dugaan pelanggaran kode etik di DKPP tidak mengenal kedaluwarsa. Sidang pemeriksaan akan tetap dilaksanakan selama yang bersangkutan berstatus sebagai penyelenggara.
“Persoalan etika ini tidak mengenal batasan waktu atau kedaluwarsa apabila masih berstatus sebagai penyelenggara pemilu,” pungkasnya.
Sebagai informasi, pembicara lain dalam kegiatan bimbingan teknis tersebut adalah Anggota Bawaslu RI, Loly Suhenty. Kegiatan dilaksanakan secara hybrid (luring dan daring) yang diikuti oleh seluruh KPU se-Indonesia. (Humas DKPP)