Banda Aceh, DKPP – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI Prof. Teguh Prasetyo berpesan agar penyelenggara pemilu harus mampu mengendalikan diri dan menahan emosinya
Menurutnya, pengendalian diri merupakan salah satu ciri dari penyelenggara pemilu yang bermartabat.
Hal ini disampaikan Teguh saat memimpin Rapat Koordinasi dan Sosialisasi Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) di Kantor Panwaslih Provinsi Aceh, Kota Banda Aceh, Kamis (26/11/2020).
“Penyelenggara pemilu bermartabat itu harus mempunyai hati yang dalam seperti samudera,” kata Teguh.
“Samudra itu mau kemasukan dari air hujan, ketambahan air sungai, atau mau damtrek masuk sekali pun, air samudra enggak akan meluap, dia enggak akan mengembalikan itu. Kecuali tsunami pasti ya,” imbuhnya.
Pernyataan di atas merupakan tanggapan Teguh atas pertanyaan dari Anggota Panwaslih Kota Banda Aceh, M.Yusuf al-Qardhawy. Dalam kesempatan itu, Yusuf bertanya kepada kepada Teguh apakah penyelenggara pemilu boleh bersikap agresif dan represif dalam tahapan pilkada atau pemilu nasional.
Mendengar pertanyaan itu, Teguh pun mengatakan bahwa dalam beberapa kasus, penyelenggara pemilu memang dapat menginisiasi tindakan untuk mengatasi kondisi yang tidak diinginkan.
Ia mencontohkan sebuah kasus nyata di mana ada sebuah kampanye di suatu daerah yang kondisinya jauh dari tertib. Saat itu, kondisinya hampir tak terkendali karena peserta pemilu dan bahkan kepolisian hanya diam saja.
“Lalu ada penyelenggara dari jajaran pengawas pemilu yang maju dan bilang ke pihak penyelenggara kampanye. Dia bilang kalau tidak tertib kampanye saya hentikan. Saya punya kewenangan untuk menghentikan kampanye ini,” ucap Teguh mengisahkan.
“Dia akhirnya agresif karena semua diam, parpol diam, polisi diam, lalu dia maju dan kampanye akhirnya kondusif,” imbuhnya.
Dalam kondisi seperti di atas, Teguh mengatakan penyelenggara memang harus berani mengambil sikap.
Namun, ia tetap berpesan agar penyelenggara pemilu harus berkepala dingin dalam mengambil tindakan. Emosi disebutnya memang sangat manusiawi, tetapi tetap tak bisa dijadikan pembenaran untuk selalu emosional.
Menurut Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Pelita Harapan (UPH) ini, seseorang yang emosional cenderung keruh pikirannya. Dengan pikiran yang tak jernih, keputusan yang diambil pun tak tepat sasaran dan ini sangat berbahaya bagi seorang penyelenggara pemilu.
“Saya juga sering marah, tapi dengan cara halus. Emosi boleh tapi harus bisa di-manage,” pesan Teguh.
Dalam rapat yang dihadiri oleh jajaran KIP dan Panwaslih Provinsi Aceh ini, Teguh membagikan buku karyanya. Di antaranya adalah buku “Filsahat Pemilu Untuk Pemilu Bermartabat”.
Untuk diketahui, rapat ini diadakan dalam rangka persiapan sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) untuk perkara Nomor 138-PKE-DKPP/XI/2020 yang akan diadakan pada Jumat (27/11/2020).
Sebagai informasi, DKPP juga melakukan tes rapid bagi para peserta yang hadir satu jam sebelum acara dimulai. [Humas DKPP]