Jakarta, DKPP – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Prof. Teguh Prasetyo memperkenalkan konsepsi filsafat pemilu kepada penyelenggara pemilu Kabupaten Sragen.
Hal ini terjadi saat ia menjadi narasumber dalam webinar bertema “Menuju Zero Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024” yang diadakan oleh KPU Kabupaten Sragen, Kamis (2/12/2021).
Teguh mengungkapkan, kondisi Indonesia yang sangat luas secara geografis dan beragam perbedaan adalah sebuah karunia tersendiri yang diberikan Tuhan. Namun, menurutnya seringkali kondisi ini justru dimanfaatkan untuk kepentingan sesaat, termasuk dalam pemilu.
Kondisi ini, lanjutnya, diperburuk dengan pemilihan langsung yang disebutnya telah menciptakan ruang kosong dalam demokrasi di Indonesia. Ruang kosong ini menurut Teguh justru diisi oleh aspek liberal dan capital sehingga mengesankan pemilu atau pesta demokrasi dapat dimenangkan dengan berbagai cara.
“Makanya demokrasi mahal, ada money politic, ancaman, jual beli suara, dst. Sebagai seorang dosen tidak boleh diam saja, maka saya berpikir pemilu harus punya pijakan filsafat,” jelas penulis buku “Filsafat Pemilu”.
Filsafat pemilu di Indonesia, menurut Teguh, dapat konsepsi yang mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Pemilu bukanlah pemecah belah, melainkan pemersatu Indonesia.
Karenanya, Teguh berpendapat bahwa pemilu di Indonesia harus berpijak pada Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
“Pikiran ini selalu saya sampaikan dalam webinar-webinar karena ini pikiran saya sendiri, bukan adopsi dari pikiran lain,” terangnya.
Secara khusus, ia pun berpesan agar seluruh penyelenggara pemilu memahami konsepsi ini sebagai benteng diri dari praktik-praktik kecurangan dalam tahapan pemilu.
Sebab, ruang kosong demokrasi yang telah diisi capital dan liberal cenderung membuat peserta atau kontestan pemilu menghalalkan segala cara untuk menang.
Terlebih, tantangan untuk Pemilu dan Pilkada 2024 dirasa akan semakin berat.
“Penyelenggara pemilu akan berhadapan dgn calon, partai politik, timses atau masyarakat. Sebagai penyelenggara pemilu, saudara tidak cukup berintegritas, tapi juga perlu bermartabat. Ini lebih tinggi dari integritas,” pesannya. [Humas DKPP]