Semarang, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar Rapat Persiapan Sidang dan Sosialisasi Kode Etik Penyelenggara Pemilu di kantor Bawaslu Provinsi Jawa Tengah, Kamis 05/03/2020, pukul 20.00 WIB. Rapat ini digelar dalam rangka persiapan sidang perkara nomor 15-PKE-DKPP/II/2020 yang akan diselenggarakan pada Jumat 06 Maret 2020, pukul 09.00 WIB. Anggota DKPP, Prof. Teguh Prasetyo memimpin jalannya rapat dengan moderator Tenaga Ahli DKPP, Ferry Fathurokhman, Ph.D.
Dalam pembukaan rapat Prof. Teguh Prasetyo mengingatkan kepada peserta yang hadir bahwa sidang kode etik DKPP selalu dilakukan tepat waktu. “Jam 9 besok sidang akan dibuka, ada atau tidak ada para pihak, sidang tetap akan dimulai tepat waktu. Jika terpaksa dan belum ada yang hadir maka sidang akan diskor beberapa menit untuk memberikan kesempatan kepada para pihak hadir, namun jika tidak ada yang hadir maka sidang akan dibuka lalu kemudian ditutup dan diputuskan apakah akan ada sidang lanjutan”, kata Prof. Teguh
Hadir dalam acara Ketua dan Anggota KPU Provinsi Jawa Tengah yakni Yulianto Sudrajat, Paulus Widiantoro, M. Taufiqurrohman, dan Muslim Aisha. Dari Bawaslu hadir anggota, Sri Wahyu Ananingsih. Peserta lain adalah jajaran Sekretariat KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Tengah.
Selanjutnya Prof. Teguh mengimbau kepada penyelenggara pemilu yang hadir dalam rapat untuk kembali mencanangkan ‘Deklarasi Pemilu Bermartabat’ mengingat di Jawa Tengah ada 21 kabupaten/kota yang akan menyelenggarakan Pilkada serentak di tanggal 20 September 2020 yang akan datang.“Harus ada deklarasi pilkada secara bermartabat dan DKPP siap untuk memberikan orasi terkait integritas pemilu”, tegas Prof. Teguh.
Sebagai informasi, Bawaslu Provinsi Jawa Tengah pernah menggelar ‘Apel Siaga Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah Tahun 2018 bertempat di Taman Lumbini Borobudur, pada Rabu 14/2/2018. Dalam acara ini hadir penyelenggara pemilu terdiri atas Ketua dan anggota Bawaslu dan KPU Jawa Tengah, KPU dan Panwas Kab/Kota di 35 Kab/Kota se-Jawa Tengah, Panwascam dan PPL di Jawa Tengah.
Masih dalam sambutan rapat, penulis 38 buku ini menjelaskan bahwa yang namanya berkontestasi pasti cara apa pun dilakukan untuk memenangkan pemilihan.Tetapi tetap harus memakai cara-cara yang sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia yang bermartabat dan jangan memakai cara-cara yang liar seperti isu, SARA dan hoaks.
“Penyelenggara pemilu punya misi yang suci yakni melahirkan mulai dari presiden sampai hai anggota DPRD di tingkat paling bawah. Di tangan saudara-saudaralah lahirkan mulai dari presiden sampai anggota DPRD daerah. Ini ada di tangan penyelenggara. Jika tidak ada penyelenggara tidak ada itu DPR, DPD sampai kabupaten/kota atau presiden. Jadi saudara itu memegang misi suci untuk terbentuknya suatu pemerintahan yang merupakan hasil pemilu”, jelas Teguh.
Prof. Teguh kembali mengingatkan bahwa sebagai penyelenggara pemilu akan menghadapi bermacam-macam situasi. Godaan integritas akan selalu ada baik godaan ringan atau pun godaan yang berat. Dan godaan ini bisa datang dari kedua belah pihak, baik peserta maupun penyelenggara.
Penggagas Teori Keadilan Bermartabat ini memaparkan beberapa kecenderungan perkara etik di DKPP yang sanksinya sangat berat yakni terkait kesusilaan, permainan uang, dan otak-atik atau manipulasi suara yakni berupa pengurangan atau pengelembungan suara.
“Tiga hal ini masuk dalam kategori yang sanksinya paling berat yakni pemberhentian tetap. Jika terkait profesionalisme sanksi yang diberikan dapat berupa teguran atau peringatan. Tetapi jika terkait masalah integritas seperti tiga hal di atas, maka sanksinya adalah sanksi terberat”, katanya lagi.
Menurut Prof. Teguh, setengah periode masa baktinya sebagai anggota DKPP, dia merasakan bahwa kasus kasus etik penyelenggara pemilu terus berkembang. Temuan pelanggaran etik tidak semata-mata yang ada di dalam peraturan DKPP tetapi yang diduga atau disangkakan juga masuk ke ranah pelanggaran etik.
“Jadi kalau perkara hukum ada pasal-pasalnya tetapi jika pelanggaran, kode etik itu, baru diduga atau dipersangkakan bahwa perbuatan itu menunjukkan ketidaknetralan, ketidakprofesionalan ketidakmandirian, contohnya seperti kalau penyelenggara minum kopi dengan parpol mereka disangka tidak netral”, jelasnya.
Di akhir sambutan Prof. Teguh berpesan kepada penyelenggara pemilu di Jawa Tengah baik KPU dan Bawaslu untuk kompak, harmonis. Karena ketidakkompakan dan diharmonisasi tersebut dapat berujung di sidang DKPP.
“Sejatinya KPU dan Bawaslu adalah satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilu dalam mewujudkan pemilu yang berintegritas dan bermartabat”, tutup Prof. Teguh. [Humas DKPP]