Manokwari DKPP – Sukses atau tidaknya penyelenggaraan Pilkada serentak 2020 yang akan digelar pada 9 Desember mendatang di sembilan provinsi 270 kabupaten/kota tergantung dari integritas penyelenggara pemilu. Menurutnya, pemimpin yang berintegritas dalam sebuah negara demokrasi selalu dilahirkan melalui pemilu yang berintegritas dan bermartabat. Namun, muara dari semua itu adalah penyelenggara pemilu yang berintegritas yang berpegang teguh pada aturan yang berlaku
Hal ini disampaikan Ketua Dewan kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Prof. Muhammad saat menjadi pemateri kegiatan Sosialisasi Pengawasan Partisipatif Bersama Pemilih Pemula Menjelang Pilkada Kabupaten Manokwari Tahun 2020 pada Selasa (24/11/2020) di Hotel Swiss-Belhotel, Kota Manokwari. Peserta kegiatan ini adalah Pengawas Tempat Pemungutan Suara [PTPS] se-Kabupaten Manokwari.
Penyelenggara pemilu diharapkan bekerja dengan sebaik-baiknya dalam menyelenggarakan pesta demokrasi agar menghasilkan pemimpin yang bermartabat. “Kita tidak mau bupati, gubernur atau caleg yang kita pilih nantinya kena OTT KPK hanya dalam satu bulan, atau dalam satu tahun menjadi tersangka kejaksaan,” harap Muhammad.
Muhammad menegaskan bahwa semua penyelenggara pemilu memiliki andil dalam melahirkan sebuah pemimpin. Kemudian dia pun mengisahkan pengalamannya saat turun ke sebuah daerah saat Pemilu 2014 silam. Saat itu, ia menemukan seorang Calon Legislatif (Caleg) yang sudah memiliki niat curang.
“Bolehlah calon lain menang di TPS, tapi nanti kita lihat siapa nanti yang dilantik,” ujarnya menirukan perkataan Caleg tersebut.
Menurut Muhammad, hal ini sangat mengganggunya sehingga ia pun menginstruksikan kepada Bawaslu Provinsi untuk mengawasi segala gerak-gerik Caleg tersebut. Ia menambahkan, tugas KPU, Bawaslu dan DKPP adalah memastikan semua pihak yang mendapatkan suara terbanyak di TPS sebagai pihak yang dilantik.
“Enggak boleh si A menang di TPS, tapi si B menang di kecamatan, lalu berubah si C yang menang, terakhir si D yang syukuran. Kalau cara seperti itu dibiarkan, lalu bagaimana masyarakat yang sudah mempercayakan kepada anda sebagai pengawas,” tegas Muhammad.
Penyelenggara Pemilu Ad Hoc Bagian Dari Masalah?
Masih dalam forum, Ketua Bawaslu periode 2012−2017 ini menyesalkan pandangan miring yang menyudutkan penyelenggara pemilu di tingkat ad hoc sebagai bagian dari masalah.
Penyelenggara di tingkat ad hoc selalu dituduh sebagai bagian dari yang menghadirkan masalah. Pokoknya, sebenarnya Pemilu tidak bermasalah tapi begitu ada penyelenggara ad hoc Pemilu atau Pilkada jadi masalah, itu karena penyelenggara adhoc ini yang banyak berperan di lapangan.
Prof. Muhammad mengingatkan bahwa tidak mudah untuk mendapatkan kepercayaan menjadi seorang penyelenggara pemilu. Dia pun bertanya-tanya apa dasar orang-orang itu menuduh penyelenggara ad hoc sebagai sumber masalah. Cara orang menuduh yang tajam dan cenderung ‘nyelekit’ dengan mengatakan bahwa karena ad hoc sehingga cara berpikirnya juga ad hoc.
Di hadapan peserta sosialisasi, Muhammad menganalogikan penyelenggara pemilu sebagai tubuh manusia. “Jika penyelenggara adalah tubuh, maka kepala ini adalah Bawaslu RI, badannya sampai pusar adalah Bawaslu provinsi, pusar sampai paha adalah Bawaslu kab/kota, posisi Panwascam bersama PPL mulai di bawah lutut sampai menyentuh bumi.
“Luar biasa menopang bagian tubuh yang atas. Betul tidak? kalau kaki dan betis itu lemah maka tidak ada artinya kepala, badan sampai paha bisa roboh. Jadi posisi anda sangat strategis. Anda jangan mengatakan penyelenggara adhoc adalah pelengkap saja, bagian yang tidak penting, bagian yang tidak strategis. Justru sebaliknya. Saya mau membangunkan, justru Andalah yang menentukan proses dan hasil integritas Pilkada karena bagian Anda menyentuh bumi bersama PPL dan PTPS ”, tegas Muhammad.
Pendapat Prof. Muhammad jika yang berada di bawah lemah, maka dapat dipastikan mulai kepala hingga tubuh semuanya akan roboh. “Jadi anda harus yakinkan diri anda bahwa ini amanah luar biasa. Tidak banyak orang yang dipercaya negara, dipercaya masyarakat, dipercaya komunitas untuk menjadi penyelenggara pemilu. Jumlahnya sangat sedikit, proses seleksinya luar biasa”, jelasnya.
Pilkada Ajang Konflik?
Prof. Muhammad juga menyesalkan pandangan yang mengatakan pilkada sebagai ajang konflik yang mengarah kepada perpecahan. Proses pergantian kekuasaan melalui media pilkada bukan tujuan akhir. Tujuan utama dari proses tersebut adalah terciptanya hidup damai dan saling menghargai di atas perbedaan yang ada.
“Kalau dikelola dengan baik, konflik ini menjadi positif. Konflik yang dikelola dengan tepat akan melahirkan konsensus, dalam konteks pilkada adalah proses pergantian kekuasaan secara damai, berkala, dan sesuai amanat konstitusi,” ujar Muhammad.
“Kalau lebih banyak kantor KPU, kantor pemerintah dibakar, demo di mana-mana, konflik antarsuku. Pilkada dengan situasi dan kondisi chaos, bertentangan dengan konstitusi dan undang-undang yang berlaku di Indonesia,” tegasnya.
Oleh karena itu, dia mengajak seluruh pihak untuk optimis dan mewujudkan Pilkada Serentak 2020 yang akan datang berlangsung dengan damai dan demokratis.
Demokrasi yang diawali dari pemilu harus menghasilkan pemimpin yang berintegritas dan pemilu yang berintegritas diawali dari penyelenggara pemilu yang berintegritas yakni KPU, Bawaslu dan DKPP. Namun jika dibaca secara negatif dari bawah maka penyelenggara pemilu yang tidak berintegritas akan melahirkan pemilu yang tidak berintegritas pemilu yang tidak berintegritas akan melahirkan bupati/ walikota yang tidak berintegritas yang akhirnya merusak demokrasi.
Disela-sela acara, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Hasanuddin ini melakukan ‘ice breaking’ berupa memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada peserta. Bagi peserta yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar, Prof. Muhammad menghadiahkan buku berjudul “Filsafat Pemilu”. Buku ini adalah buku yang istimewa karena ditulis oleh dua orang professor, Ketua dan Anggota DKPP dan mantan ketua Bawaslu.
“Buku ini istimewa saudara-saudariku. Dibawa dengan pesawat kelas bisnis dan akan saya tandatangani secara langsung,” Muhammad sekaligus memberikan semangat kepada peserta untuk juga membaca peraturan tentang pilkada.
Di akhir paparan, Ketua DKPP mengapresiasi peserta yang antusias mengikuti jalannya sosialisasi. “Pertanyaan-pertanyaan yang berbobot dilontarkan oleh peserta yang notabene kaum milenial,” tutupnya.[Humas Bawaslu]