Jakarta, DKPP – Jumlah aduan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pasca pemungutan suara ulang (PSU) di sejumlah daerah diprediksi akan mengalami lonjakan.
Ketua DKPP, Prof. Muhammad mengatakan prediksi tersebut berkaca pada lonjakan aduan pasca digelarnya pilkada serentak di akhir tahun 2020 lalu. Hal itu disampaikan Muhammad dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI di Ruang Rapat Komisi II, Gedung Nusantara DPR RI, pada Rabu (9/6/2021) pagi.
“Kami menduga nanti pasca PSU di sejumlah daerah di Indonesia akan sangat tinggi. Sama seperti halnya pasca pilkada serentak 2020 lalu,” ungkapnya di hadapan Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI.
Sepanjang 2021 sampai dengan 7 Juni 2021, DKPP telah menerima 257 aduan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Pengaduan dilakukan secara langsung (97), pengaduan melalui email (134), dan penerusan dari KPU dan Bawaslu sebanyak 26 perkara.
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar ini menyebut jumlah aduan ke DKPP jauh lebih banyak dibandingkan ke Mahkamah Konsitusi atau MK. “By data, jumlah aduan ke DKPP ini lebih besar dibandingkan dengan aduan MK,” lanjut Muhammad.
Namun disayangkan, sebagian besar pengadu masih memiliki pemahaman keliru terkait tupoksi DKPP. Mereka sangat berharap lembaga peradilan etik bagi penyelenggara pemilu ini bisa mengubah hasil perolehan suara.
Padahal, sambung Muhammad, sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dijelaskan kewenangan DKPP hanya memeriksa, menilai, memutus, dan menegakkan kode etik bagi penyelenggara pemilu.
“Banyak dari petitum-petitum pengadu menginginkan DKPP mengubah hasil pilkada. Kami sudah sosialisasikan itu, bahwa DKPP tidak bisa mengubah hasil pemilu atau pilkada. Ini menjadi pekerjaan kami ke depan untuk menggencarkan sosialisasi,” tegasnya.
Muhammad menegaskan pelayanan kepada pencari keadilan yang datang ke DKPP tidak pernah berhenti. Salah satunya dengan melaksanakan sidang virtual untuk menyiasati pandemi Covid-19 dan pembahasan anggaran tambahan yang belum selesai.
“Tidak ada alasan karena pandemi atau anggaran masih dalam pembahasan, tidak dilakukan sidang. Sidang secara virtual, majelis di Jakarta sedangkan para pihak berada di daerah masing-masing,” tegasnya.
Terkait dengan kinerja keuangan, dalam kesempatan tersebut Muhammad menjelaskan jika DKPP di tahun 2021 mendapatkan pagu alokasi sebesar Rp 17,3 miliar. Terdiri dari belanja operasional Rp 10,7 miliar dan belanja non operasional Rp 6,9 miliar.
Realisasi anggaran DKPP tahun 2021 berdasarkan aplikasi SAS Kementerian Keuangan sebesar Rp 10,39 miliar atau 55,95%. (Humas DKPP)