Riau, DKPP – Jika syarat pemilu yang
demokratis yakni regulasi yang jelas dan tegas, peserta pemilu yang taat aturan,
pemilih yang cerdas dan partisipatif, birokrasi yang netral dan penyelenggara
yang Kompeten dan berintegritas dipenuhi maka demokrasi yang diawali dari
Pemilu akan menghasilkan pemimpin yang berintegritas. Â Pemilu yang berintegritas adalah pemilu diawali
dari penyelenggara pemilu yang berintegritas.
Demikian disampaikan
anggota DKPP, Prof. Muhammad  saat menyampaikan
materi, “Kode Etik Penyelenggara Pemilu†di hadapan peserta Kegiatan Bimtek
Peningkatan SDM Anggota Bawaslu Kabupaten/Kota serta Panwascam se-Provinsi Riau,
di Hotel Furaya Pekanbaru Jumat, 21/9/ 2018.
“Penyelenggara Pemilu tidak hanya
harus peka terhadap hukum (sense of regulation), tetapi juga harus memiliki
kepekaan terhadap etika (sense of ethics),†Muhammad mengawali paparannya.
Kode Etik Penyelenggara Pemilu
merupakan Suatu kesatuan asas moral, etika, dan filosofi yang menjadi pedoman
perilaku bagi Penyelenggara Pemilu berupa kewajiban atau larangan, tindakan
dan/atau ucapan yang patut atau tidak patut dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu
Menurut Muhammad, seorang
penyelenggara Pemilu harus paham terhadap peraturan-peraturan Pemilu. Namun
yang jauh lebih penting adalah terkait etika karena tidak semua diatur dalam
hukum. Sebab yang menurut hukum adalah benar namun bisa saja tidak patut
menurut etika.
Kemudian Muhammad memberikan
contoh, meskipun tidak ada peraturan yang melarang seorang penyelenggara
bertemu dengan peserta pemilu di warung kopi tetapi, secara etika bisa diukur
atau dirasakan, apakah perbuatan itu patut atau tidak patut.
“Untuk mengukur etika tidaklah
sulit. Apakah sikap atau tindakan keputusan itu membuat bimbang, maka sikap atau
keputusan tersebut sebaiknya hindari sikap atau keputusan tersebut. Karena bisa
saja berpotensi melanggar kode etik. Tetapi, bila sikap atau keputusan itu
terasa mantap, dan pihak lain pun setuju, maka lakukan terusâ€, katanya.
Prof. Muhammad meminta kepada
penyelenggara pemilu untuk membangun dan menjaga etika diawali dari orang-per
orang atau internal penyelenggara pemilu. Bila etika sudah terbangun di tingkat
interal, maka etika di tingkat lembaga akan mudah terbangun. Etika personal
adalah fondasi untuk membangun etika organisasi.
“Kualitas etika harus dijaga.
Tidak hanya sebatas lisan melainkan dalam bentuk sikap atau perbuatan. Karena
seorang penyelenggara pemilu memiliki tugas mulia, yaitu menghasilkan kepala
negara, kepala daerah, bahkan termasuk legislator, pembuat undang-undang,yang
berintegritas dan bermartabatâ€, lanjutnya.
Dalam paparannya Ketua Bawaslu
periode 2012-2017 ini menjelaskan terkait beberapa jenis laporan yang biasa
dilaporkan ke DKPP antara lain tatakelola pemilu yg lemah, penyelenggara pemilu
tidak menindaklanjuti laporan, dan cacat integritas penyelenggara pemilu.
Selain itu dijelaskan juga tentang undang-undang pemilu, lembaga DKPP dan
peraturan DKPP terkait larangan menerima honor dari peserta pemilu, dan
keharusan mengumumkan ke publik jika ada hubungan kekeluargaan dengan peserta
pemilu.
Hadir dalam ketua dan kasek
Bawaslu Prov. Riau, Rusidi Rusdan  dan
Anderson. Acara tersebut juga dihadiri oleh Ahmad Hijazi (Sekda Provinsi Riau),
Suyatno (Bupati Rokan Hilir), Nurhamin (Ketua KPU Provinsi Riau), Danrem Wira
Bima, Perwakilan Kajati, serta Perwakilan dari Bupati dan Wakil Bupati
se- Provinsi Riau. [Sumber: Dina Penulis: Dio]