Makassar, DKPP – Penyelenggara
Pemilu tidak hanya harus memiliki kepekaan terhadap hukum (sense of regulation), tetapi juga harus memiliki kepekaan terhadap
etika (sense of ethics) karena
berbicara tentang etika artinya bicara standar nilai yang sangat tinggi. Jauh
di atas hukum yang memiliki kejelasan tingkat apakah pidana atau perdata. Hal
ini disampaikan oleh Anggota DKPP, Prof.
Muhammad saat menjadi pemateri Kegiatan Evaluasi dan Pelaporan Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan, Senin, 22/10/2018 di
Hotel Four Points Makassar.
Dalam kegiatan tersebut, Muhammad
menyampaikan materi berjudul Kode Etik Penyelenggara Pemilu. “Kode Etik Penyelenggara
Pemilu merupakan suatu kesatuan asas moral, etika, dan filosofi yang menjadi
pedoman perilaku bagi Penyelenggara Pemilu berupa kewajiban atau larangan,
tindakan dan/atau ucapan yang patut atau tidak patut dilakukan oleh
Penyelenggara Pemilu,†dia mengawali paparannya.
Menurut Muhammad seorang
penyelenggara Pemilu harus paham terhadap peraturan-peraturan Pemilu. Namun
yang jauh lebih penting adalah terkait etika. Tidak semua diatur dalam hukum.
Secara hukum bisa saja benar akan tetapi tapi tidak patut. Kemudian dijelaskan
pula beberapa jenis laporan yang biasa disampaikan ke DKPP yakni terkait tatakelola
pemilu yang lemah, penyelenggara pemilu tidak menindaklanjuti laporan dan cacatnya
integritas penyelenggara pemilu.
“Untuk mengukur etika tidaklah
sulit. Apakah sikap atau tindakan keputusan itu membuat bimbang, maka sikap
atau keputusan tersebut sebaiknya dihindari, karena bisa saja berpotensi
melanggar kode etik. Tetapi, bila sikap atau keputusan itu terasa mantap, dan
pihak lain pun setuju, maka lakukan terusâ€, kata Muhammad.
Dalam kesempatan itu juga Prof.
Muhammad meminta kepada penyelenggara Pemilu untuk membangun dan menjaga etika
diawali dari orang per orang atau internal penyelenggara Pemilu. Bila etika
sudah terbangun di tingkat interal, maka etika di tingkat lembaga akan mudah
terbangun. Etika personal adalah fondasi untuk membangun etika organisasi, agar
etika tersebut dijaga kualitasnya. Tidak hanya sebatas lisan melainkan dalam
bentuk sikap atau perbuatan, karena seorang penyelenggara pemilu memiliki tugas
mulia, yaitu menghasilkan kepala negara, kepala daerah, bahkan termasuk
legislator, pembuat undang-undang, yang berintegritas dan bermartabat.
“Pemilu yang kurang berkualitas
akan melahirkan ketidakpuasan bagi banyak kalangan. Ketidakpuasan itu dapat
berdampak pada kurangnya kepercayaan masyarakat (public trust) terhadap pemilu. Di samping itu pemilu yang tidak
berkualitas akan mendorong lahirnya dinamika politik yang cukup tinggiâ€,
lanjutnya.
“Demokrasi yang diawali dari pemilu,
harus menghasilkan pemimpin yang berintegritas. Dan pemilu yang berintegritas,
diawali dari Penyelenggara Pemilu yang berintegritasâ€, tegas Muhammad.
Selanjutnya Ketua Bawaslu Periode
2012-2017 ini menguraikan terkait syarat Pemilu Demokratis yang setidaknya
harus memenuhi syarat yakni: regulasi yang jelas dan tegas, peserta pemilu yang
taat aturan, pemilih yang cerdas dan Partisipatif, birokrasi yang netral dan
penyelenggara yang kompeten dan berintegritas.
Satu hal lagi yang ditekankan
oleh Guru Besar Ilmu Politik Universitas Hasanuddin yakni terkait undang-undang
No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan lembaga DKPP dan peraturan DKPP No.
2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku terkait larangan menerima
honor dari peserta pemilu, dan keharusan mengumumkan ke publik jika ada
hubungan kekeluargaan dengan peserta pemilu.
Pada akhir paparannya, Prof
muhammad mengharapkan penyelenggara pemilu untuk membaca dan memahami
peraturan-peraturan DKPP, karena hal tersebut dapat digunakan sebagai pegangan
pencegahan bagi penyelengara pemilu dalam melaksanakan tugasnya, agar mereka terhindar
dari laporan pengaduan dr Peserta Pemilu maupun penyelenggara pemilu lainnya.
Peserta terdiri dari semua Ketua
& Anggota serta Sekretariat KPU Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi
Selatan. Dalam menyampaikan materinya Prof.Muhammad didampingi oleh Faisal
Amir, Muslimin dan Upi Hastati, komisioner KPU Provinsi Sulawesi Selatan).
[Sumber: Dina Penulis:Dio]