Mamuju, DKPP – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Prof Muhammad menjadi narasumber dalam acara Diskusi Publik Pengawasan Pemilihan Umum Tahun 2019 dengan tema Pengawasan Kode Etik Penyelenggara Pemilu, Jumat (26/1/2018) di Jln. Jend.Soedirman, Mamuju – Sulawesi Barat.
Acara ini dihadiri oleh Ketua dan Anggota Panwas Kabupaten se-Sulawesi Barat, Media Massa se- Sulawesi Barat, akademisi dan organisasi keterwakilan perempuan.
Prof Muhammad mengenalkan arti pentingnya etika terlebih bagi penyelenggara Pemilu, karena etika merupakan standar nilai yang sangat tinggi. Seorang penyelenggara Pemilu tidak hanya harus peka terhadap hukum (sense of regulation), tetapi juga harus memiliki kepekaan terhadap etika (sense of ethics).
Kode etik Penyelenggara Pemilu merupakan suatu kesatuan asas moral, etika, dan filosofi yang menjadi pedoman perilaku bagi Penyelenggara Pemilu berupa kewajiban atau larangan, tindakan dan/atau ucapan yang patut atau tidak patut dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu.
“Seorang penyelenggara Pemilu harus paham terhadap peraturan-peraturan Pemilu. Namun yang jauh lebih penting adalah terkait etika. Tidak semua diatur dalam hukum. Secara hukum bisa saja benar akan tetapi tapi tidak patut,†katanya.
Ketua Bawaslu periode 2012-2017 itu mencontohkan, seorang penyelenggara Pemilu bertemu dengan calon peserta Pemilu di warung kopi di saat tahapan Pemilu. Dalam peraturan tidak ada yang melarang seseorang bertemu dengan peserta Pemilu. Akan tetapi, secara etika bisa diukur atau dirasakan.
“Untuk mengukur etika tidaklah sulit. Apakah sikap atau tindakan keputusan itu membuat bimbang, maka sikap atau keputusan tersebut sebaiknya hindari sikap atau keputusan tersebut. Karena bisa saja berpotensi melanggar kode etik. Tetapi, bila sikap atau keputusan itu terasa mantap, dan pihak lain pun setuju, maka lakukan terus,â€jelas dia.
Guru besar Ilmu Politik Universitas Hasanudin itu pun meminta kepada penyelenggara Pemilu untuk membangun dan menjaga etika diawali dari orang-per orang atau internal penyelenggara Pemilu. Bila etika sudah terbangun di tingkat interal, maka etika di tingkat lembaga akan mudah terbangun.
Etika personal adalah fondasi untuk membangun etika organisasi.
Agar etika itu harus dijaga kualitasnya. Tidak hanya sebatas lisan melainkan dalam bentuk sikap atau perbuatan. “Karena seorang penyelenggara Pemilu memiliki tugas mulia, yaitu menghasilkan kepala negara, kepala daerah, bahkan termasuk legislator, pembuat undang-undang, yang berintegritas dan bermartabat,†pungkasnya. [Dina/Teten]