Kendari,
DKPP – Dalam data pengaduan DKPP, Provinsi Sulawesi Tenggara menempati posisi
ke-6 dengan jumlah laporan pengaduan 132 yang masuk ke DKPP dari tahun 2012
sampai tahun 2018. Untuk tingkat Kabupaten/Kota Se-Sulawesi Tenggara terbanyak
adalah Kabupaten Buton yang mendapatkan 16 laporan pengaduan dari tahun 2012
sampai tahun 2018.
Hal
itu disampaikan oleh Anggota DKPP Prof. Muhammad saat menjadi narasumber di kelas
B dalam “Evaluasi Penegakan Kode Etik Penyelenggara Pemilu di Sulawesi
Tenggara” di Hotel Grand Claro Kendari. Kegiatan ini adalah rangkaian
Pendidikan Etik Bagi Penyelenggara Pemilu Se-Sulawesi Tenggara.
Dalam
materinya, Muhammad mencontohkan ketika bertemu dengan calon peserta Pemilu di
warung kopi di saat tahapan Pemilu. Dalam peraturan tidak ada yang melarang
seseorang bertemu dengan peserta Pemilu. Akan tetapi, secara etika bisa diukur
atau dirasakan.
“Kepada
penyelenggara Pemilu untuk membangun dan menjaga etika diawali dari orang-per
orang atau internal penyelenggara Pemilu. Bila etika sudah terbangun di tingkat
internal, maka etika di tingkat lembaga akan mudah terbangun. Etika personal
adalah fondasi untuk membangun etika organisasi,†tuturnya.
Modus
pelanggaran yang diadukan ke DKPP untuk wilayah Sulawesi Tenggara terbanyak
pada saat Tahapan Pilkada dan Non Pilkada di Tahun 2018 yaitu Pendaftaran
Pasangan Calon dan Rekrutmen Jajaran Penyelenggara Pemilu.
Pemilu
yang kurang berkualitas akan melahirkan ketidakpuasan bagi banyak kalangan.
Ketidakpuasan itu dapat berdampak pada kurangnya kepercayaan masyarakat (public trust) terhadap pemilu. Disamping
itu, pemilu yang tidak berkualitas akan mendorong lahirnya dinamika politik
yang cukup tinggi.
“Demokrasi
yang diawali dari pemilu harus menghasilkan pemimpin yang berintegritas, kita
sudah memilih demokrasi sebagai pilihan. Dan pemilu yang berintegritas diawali
dari penyelenggara yang berintegritas,” pungkas Ketua Bawaslu periode
2012-2017. [Dina-Sandhi]