Jakarta, DKPP – Indonesia adalah negara yang mengklaim dirinya sebagai negara demokratis. Kita harus bangga atas spirit berdemokrasi karena kebanggaan yang proporsional melahirkan nasionalisme.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Prof. Muhammad dalam kegiatan “Kuliah Dosen Tamu” yang diselenggarakan oleh Departemen Pemerintahan dan Ilmu Politik, FISIP Universitas Diponegoro secara daring, Kamis(19/5/2022).
Menurut Muhammad, atas declare konstitusional sebagai negara demokratis, maka sudah pasti Indonesia menyelenggarakan pemilu. Adalah suatu kelaziman bagi negara-negara yang mengklaim dirinya sebagai negara demokratis untuk menyelenggarakan pemilu.
“Tapi tidak semua pemilu dan pemilihan atau yang sekarang berganti istilah dari pilkada menjadi pemilihan ada garansi demokratisnya. Ada fakta meskipun kita telah sekian kali melakukan pemilu, tidak semua pemilu yang telah dilakukan itu demokratis, baik pemilu sebelum reformasi dan juga sesudah reformasi,” kata Muhammad.
Pemilu demokratis menurut Ketua Bawaslu periode 2012-2017 ini bukan mimpi, jika kita semua mempunyai perhatian, skala prioritas, dan mempunyai ukuran untuk memastikan bahwa pemilu itu demokratis. Walaupun ini tidak mudah tapi itu adalah tantangan.
Lanjutnya, ada hal-hal yang bisa mendukung terwujudnya pemilu demokratis, yakni menjadikan pemilu sebagai ‘wasilah’ (proses_red) dan bukan sekadar tujuan atau target akhir.
“Jika kita sudah menempatkan pemilu itu bukan sebagai hasil, tetapi sebagai proses, maka hal bisa mengurangi ketegangan-ketegangan yang terjadi, tidak zero sum game, tidak ‘sudden death’. Demokrasi yang berintegritas harus diawali dengan pemilu yang menghasilkan pemimpin yang berintegritas,” tegas Muhammad.
Pemilu yang berintegritas diawali dari wasit pemilu yang berintegritas. Guru Besar Ilmu Politik Unhas, Makassar ini menganalogikan KPU, Bawaslu dan DKPP sebagai Wasit dalam pertandingan sepak bola. Dan, seharusnya penyelenggara tidak keberatan karena wasit adalah profesi yang sangat mulia.
“Wasit dianggap manusia pilihan, setengah dewa menjadi contoh keteladanan. Sikap, perilaku, statementnya gerakan mata, tangan, senyum itu menjadi contoh dan menentukan bagaimana orang menikmati sebuah kompetisi demokratis yang namanya pemilu. Tapi sebaliknya jika sudah wasitnya menjadi bagian dari pihak-pihak tertentu atau pemain, maka jauh dari harapan kita menyaksikan sebuah kompetisi yang demokratis,” lanjutnya.
Dalam konteks pemilu Muhammad mengungkapkan apa harapan peserta pemilu, baik caleg, tim sukses atau tim Pilkada meminta agar KPU dan Bawaslu tegak lurus pada aturan.
“Kita nggak minta suara kita ditambah, kita nggak minta ada perlakuan-perlakuan khusus, tetapi anda tegak lurus saja pada aturan. Peserta pemilu berharap KPU, Bawaslu dan DKPP tegak lurus pada aturan, mengawal kemurnian suara rakyat mulai dari TPS sampai ke penetapan. Itu saja harapannya, tidak muluk-muluk,” tutupnya.
Oleh karena itu harapan mulia dari peserta pemilu seharusnya disambut dengan baik oleh penyelenggara pemilu. Dengan demikian parpol sudah merasa terbantu jika penyelenggara Pemilu bertindak secara fair.
Jika salah salah nyatakan salah dan yang benar nyatakan benar. Kemurnian suara rakyat harus dikawal. Artinya, proses rekapitulasi sejak dari TPS harus dipastikan secara berjenjang dan tetap terkawal. Suara yang ditetapkan sama dengan suara yang diperoleh di TPS.
Kuliah Dosen Tamu dengan narasumber tunggal Ketua DKPP ini diikuti oleh mahasiswa Fisip Undip dan masyarakat umum termasuk penyelenggara pemilu. Acara dibuka oleh Dra. Fitriah, MA, dosen jurusan Ilmu Pemerintahan dan dimoderatori oleh Kepala Departemen Pemerintahan dan Ilmu Politik, Fisip Undip, Dr. Nur Hidayat Sardini. [Humas DKPP]