Jakarta, DKPP- Dewan Kehormatan
Penyelenggara pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan kedua untuk perkara
dengan Nomor Registrasi 125/DKPP-PKE-V/2016 dan 126/DKPP-PKE-V/2016. Sidang ini dilaksanakan
di Ruang Sidang DKPP Lt. 5 Gedung Bawaslu dan juga melalui video conference dengan Kantor
Bawaslu Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Sesuai dengan sidang sebelumnya
maka untuk pemeriksaan kali ini adalah mendengarkan keterangan saksi ahli yang dihadirkan oleh salah satu
Pengadu yaitu Jefirston Riwu Kore yang merupakan Calon Walikota Kupang 2017.
Pengadu yang juga merupakan Ketua Partai Demokrat NTT dalam
persidangan yang dilaksanakan Jumat (16/12) menghadirkan dua saksi ahli yaitu
Ahmad Riza Patria dan Prof. Dr. Philipus M. Hadjo. Dalam kesaksiannya Ahmad
Riza Patria menyampaikan mengenai esensi dari UU No. 10 Tahun 2016 Pasal 71
ayat 2. Dijelaskannya dalam UU Pilkada sebelumnya sudah juga dijelaskan aturan
mengenai mutasi atau penggantian pejabat namun dalam UU No. 10/2016 dibuat
lebih tegas lagi. Di mana pada Pasal 71 Ayat 2 sudah secara terang tertulis “Kepala
Daerah (Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati dan Walikota
atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan
sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan
kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteriâ€.
“Bahkan Pejabat Negara dari Presiden hingga Lurah dilarang membuat
kegiatan, program, penggunaan anggaran, kewenangan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu kepala daerah,†jelas Riza.
Penjelasan Riza Patria tersebut ditambahkan oleh Prof. Hadjon,
menurutnya Pasal 71 Ayat 2 UU No. 10/2016 haruslah dilihat secara kontekstual
sehingga didapatkan pemahaman yang utuh. Selain itu juga harus dicari rujukan
mengenai definisi pejabat yang tepat agar tidak terjadi kesalahpahaman.
“Pejabat menurut UU ASN No. 5 Tahun 2014 Pasal 13 terdiri atas
Jabatan Adminisrasi, Jabatan Fungsional dan Jabatan Pimpinan Tinggi,â€
terangnya.
Hal ini disampaikan olehnya untuk menjelaskan mengenai mutasi atau
penggantian pejabat yang dilakukan sebagaimana yang disinyalir
dalam pokok aduan yang disampaikan dalam Perkara No. 125/DKPP-PKE-V/2016.
Sedangkan Pengadu yang merupakan Calon Petahana di Pilkada Kota
Kupang Tahun 2017 Jonas Salean dan Nikolaus Fransiskus yang juga adalah Pengadu untuk
Nomor Perkara 132/DKPP-PKE-V/2016 berkeberatan dengan tuduhan yang disampaikan oleh rivalnya tersebut.
Menurutnya penggantian ataupun mutasi bukan dilakukan terhadap pejabat eselon
melainkan dilevel staf. “Mutasi pegawai dilakukan dengan dasar pelayanan
publik, di mana daerah yang tingkat pelayanannya tinggi
pegawainya dipindahkan ke daerah yang pelayannya masih rendah dan mutasi pun dilakukan pada level staf bukan pada pejabat,†ujarnya.
Prof. Jimly sebagai Ketua DKPP dan Ketua Majelis pun ikut angkat
bicara mengenai
situasi dan kondisi yang terjadi di Pilkada Kota Kupang. Dia menegaskan bahwa situasi ini menjadi pengingat bahwa bukan hanya penyelenggara
Pemilu yang harus beretika namun antar pasangan calon juga harus memiliki etika.
“Baiknya ada kode etik pasangan calon dalam pelaksanaan Pilkada agar
antar paslon tidak saling jegal,†tukasnya. Dalam sidang pemeriksaan ini Prof.
Jimly, didampingi Anggota Majelis Sidang yaitu Saut H. Sirait, Nur Hidayat
Sardini, Prof. Anna Erliyana dan Ida Budhiati.
Duduk sebagai Teradu dalam tiga perkara ini antara lain Nelson
Simanjuntak Anggota Bawaslu RI; Marianus Minggo, Lodowyk Fredrik, Daniel B.
Ratu, Deky Ballo, dan Maria M. Seto Saro masing-masing sebagai Ketua dan
Anggota KPU Kota Kupang; serta Germanus Atawuwur, Noldi Tadu Hungu, dan Ismael
Manoe masing-masing Ketua dan Anggota Panwas Kota Kupang non aktif untuk
sementara waktu. (Prasetya Agung Nugroho)