Surakarta, DKPP – Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilu (DKPP) Prof. Jimly
Asshidiqqie mengajak penyelenggara Pemilu untuk bisa mencegah masalah yang
berhubungan dengan kekuasaan dan kekayaan dalam hubungannya dengan perburuan
jabatan melalui pemilu.
Hal
ini diungkapkan saat Ketua
DKPP, Prof. Jimly Asshidiqqie saat memberikan kuliah etika pada pembukaan
bimbingan teknis yang bertempat Ball Room Lor In Hotel, Kamis (23/4) mengatakan
bahwa program bimbingan teknis tiga lembaga ini di maksudkan untuk membangun
sinergitas dan meningkatkan kinerja dalam rangka persiapan Pilkada serentak
2015.
“Karena
kita berurusan dengan suatu kegiatan perburuan jabatan, yang kita urus ini
kegiatan di mana manusia dibebaskan oleh sistem demokrasi untuk berebut
jabatan, maka setan-setan kekuasaan banyak sekali. Dan perburuan jabatan ini
dekat juga dengan kekayaan, maka motif mengejar kekuasaan, mengejar ekonomi ini
menjadi urusan yang harus kita kelola,†tegas Dia.
Bagaimana
caranya? Menurut Prof. Jimly penyelenggara Pemilu jangan terjebak dalam cara
berpikir mencari kekuasaan dan kekayaan. Jadi penyelenggara Pemilu harus bebas
dari pola pikir mencari dua hal tersebut. Untuk menghadapi ini mantan Ketua MK
RI ini mengusulkan penyelenggara pemilu KPU atau Bawaslu punya budaya kerja
yang berbeda dari orientasi kekuasaan dan uang.
“Saya
usulkan membangun budaya kerja intelektual. Dengan budaya kerja intelektual
maka cara bekerja akan berbeda. Saya mengajak KPU dan Bawaslu menjadi pemikir
dan pekerja demokrasi. Indonesia perlu membuat sekolah “School Of Indonesian
Democracyâ€. Tamat dari KPU Bawaslu kalau bisa minimal tamat semua dari S2, ini
diperlukan untuk membangun budaya kerja yang berbeda yaitu budaya kerja
intelektual. Ini untuk membangun budaya kerja yang berbeda dari budaya kerja yang
harus yang kita urusi. Orang-orang partai di kepalanya hanya kekuasaan, orang-orang
politik di kepalanya kalau bukan jabatan ya uang. Penyelenggara pemilu harus
bebas orientasinya dari pemikiran seperti itu supaya bisa obyektif maka penyelenggara
Pemilu harus keluar dari mainstream
kultur mereka yang harus kita urusin,†terang pendiri Jimly Law School ini
“Jadi
saya berharap sekarang kan KPU Bawaslu sudah ada beasiswa untuk staf, untuk electoral governance. Budaya intelektual
akan membuat budaya kerja berbeda. Mengapa ini penting karena saya meyakini
dunia penyelenggara pemilu suatu saat nanti berbeda dengan dunia para eksekutif,
para legislator dan bahkan berbeda dengan para hakim,†pungkasnya. [Diah
Widyawati]