Denpasar, DKPP –
Dalam rangka mewujudkan peningkatan kualitas demokrasi di Indonesia maka
diperlukan institusi-institusi negara untuk mengawal proses penyelenggaraan
Pemilihan Umum di seluruh Indonesia. Maka sejak tahun 2012, Indonesia memiliki sebuah
lembaga yang berfungsi sebagai penegak kode etik penyelenggara Pemilu. Hal
tersebut disampaikan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly
Asshiddiqie yang didaulat menjadi keynote speaker pada sesi I Asian Electoral
Forum III (AESF III) di Bali, Selasa (23/8)
“Berdirinya DKPP
diawali oleh keinginan kaum reformis akan hadirnya dewan penegak kode etik yang
diwujudkan dengan terbentuknya Dewan Kehormatan (DK) KPU pada tahun 2009. Tiga
tahun setelah terbentuknya DK KPU dibentuklah lembaga ketiga yaitu Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP),†jelas Jimly.
Lebih lanjut
Jimly menerangkan bahwa sejak orde reformasi bergulir, Indonesia telah memiliki
dua lembaga penyelenggara Pemilu yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang
dibentuk pada tahun 1999 dan Panitia Pengawas Pemilu yang saat ini dikenal
sebagai Badan Pengawas pemilu dibentuk pada tahun 2004. Oleh karena itu,
Indonesia menjadi satu-satunya negara di dunia yang memiliki tiga lembaga yang
berurusan dengan kepemiluan.
Menurut Guru
Besar Hukum Tata negara Universitas Indonesia tersebut, dalam mewujudkan pemilu
berintegritas tidak cukup hanya dengan penegakan hukum secara formal. Karena
integritas penyelenggaraan Pemilu bukan hanya ditentukan melalui peraturan
hukum tapi juga melalui etika.
“DKPP khusus berkaitan dengan kode etik dan
memastikan bukan hanya rule of the law yang dijalankan tapi juga rule of
ethics,†ujarnya.
Oleh karena itu
Jimly menambahkan tujuan dari terbentuknya tiga lembaga penyelenggara Pemilu di
Indonesia adalah untuk memastikan Pemilihan Umum berintegritas. Yaitu Pemilihan
Umum yang terselenggara dengan kredibel dan terpercaya. [Prasetya Agung Nugroho]