Jakarta, DKPP – Ketua DKPP, Prof. Muhammad memberikan pandangannya terkait pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak Tahun 2020 yang dilaksanakan tahapannya saat pandemi Covid-19 masih melanda.
Menurut Muhammad, hal ini adalah tantangan yang harus dihadapi oleh para penyelenggara pemilu. Hal ini diungkapkannya ketika menjadi pembicara dalam kegiatan Webinar Nasional Sosialisasi Penegakan Kode Etik Penyelenggara Pemilu Pada Pemilihan di Masa Pandemic Covid-19 yang diadakan oleh KPU Provinsi Sulawesi Tengah, Selasa (21/7/2020).
Ia pun memberikan analogi penyelenggara pemilu sebagai pelaut. Ibarat pelaut, kata Muhammad, penyelenggara pemilu saat ini pun tengah dihadapkan dengan badai dahsyat dengan ombak yang besar.
“Pelaut akan disebut pelaut ulung karena kita terbiasa menghadapi lautan dengan badai yang dahsyat, ombak yang besar, dan kita selamat,” ucap Muhammad.
Menurutnya, hanya pelaut yang hanya mengarungi lautan tanpa ombak bukanlah pelaut ulung karena orang biasa pun dapat melakukannya.
Walau demikian, bukan berarti Pilkada 2020 diadakan secara nekad saja tanpa memperhitungkan aspek-aspek yang harus dipersiapkan. Ia menilai, di sinilah keulungan para penyelenggara pemilu akan diuji.
Muhammad mengatakan, penyelenggara pemilu harus menggunakan kaca mata profesional agar Pilkada 2020 berhasil dan aman dilaksanakan. Profesionalitas ini di antaranya adalah perencanaan serta strategi yang matang dan terukur.
Ia menambahkan, para penyelenggara pemilu harus mengetahui secara jelas garis batas antara resiko dengan konsekuensi dari penyelenggaraan Pilkada dalam masa pandemi Covid-19.
“Orang yang cerdas berakal itu selalu menghitung konsekuensi, sementara orang yang nekat dan penuh spekulasi itu selalu menghitung resiko,” jelas Ketua Bawaslu RI periode 2012-2017 ini.
“Saya mau penyelenggara pemilu yg ada di seluruh indonesia itu menghitung konsekuensi di tengah pandemi ini. Memang tidak mudah, tapi itulah tantangannya,” imbuhnya.
Kepada ratusan peserta Webinar ini, Muhammad pun menekankan penyelenggaraan pesta demokrasi, baik itu Pilkada maupun Pemilu tingkat nasional, dalam sebuah negara demokrasi.
Demokrasi yang baik, katanya, diawali dari pemilu yang berintegritas dan akan menghasilkan pemimpin yang berintegritas. Sedangkan pemilu yang berintegritas, jelasnya, harus diawali dari penyelenggara pemilu yang berintegritas.
Sebaliknya, jika penyelenggara pemilu tidak memiliki integritas, maka pemilu yang dihasilkan pun akan nir-integritas dan akibatnya akan lahir pemimpin yang cacat moral.
Dalam kondisi demikian, terang Muhammad, pasti akan ada reaksi buruk dari masyarakat. Ia meyakini akan ada sebagian orang yang akan mempertanyakan proses pemilu dan menggugat hasilnya.
“Pasti akan ditanya Siapa Ketua KPU, Ketua Bawaslu Provinsi pada waktu itu? Itu tidak bisa kita hindari kalau misalnya kepala daerah hasil Pilkada itu bermasalah,” pungkas Muhammad. [Humas DKPP]