Rokan Hulu, DKPP – Anggota Dewan Kehormatan Penyelemggara Pemilu Dr. Alfitra Salamm menjadi salah satu Pemateri dalam kegiatan Rapat Koordinasi Tentang Kampanye bagi Bawaslu Kabupaten dan Panwaslu Kecamatan se-Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) dengan Tema “Potensi Pelanggaran Administrasi, Pidana dan Kode Etik pada Tahapan Kampanye Pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Rokan Hulu Tahun 2020” di Aula Gelora Bhakti Pasir Pengaraian, pada Sabtu (10/10/2020).
Dalam giat yang diinisiasi oleh Bawaslu Kabupaten Rohul ini, Alfitra menyatakan bahwa kehadiran virus Covid-19 sangat bertentangan dengan tradisi pesta demokrasi Indonesia.
“Sebab sejujurnya, demokrasi di Indonesia itu kerumunan, arak-arakan, dan melibatkan banyak orang. Begitu ada Covid-19 semua dilarang, dibatasi, tidak boleh berkerumun. Kedua hal ini saling bertentangan,” ungkapnya.
Menurut Alfitra Pilkada 9 Desember 2020 mendatang adalah demokrasi yang “terlarang”, karena para calon belum siap dengan demokrasi ini. Dia menyebut banyaknya larangan untuk seluruh calon dalam Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2020.
“Ini bisa jadi sulit dilakukan para calon, dan berpotensi banyak pelanggaran nanti,” ucapnya.
Ia pun menyoroti penggunaan daring yang jarang digunakan sebagai medium kampanye oleh para kontestan pilkada. Kalaupun ada, kata Alfitra, pun tidak menarik minat masyarakat.
Alfitra menegaskan, hal ini merupakan persoalan serius bagi demokrasi hari ini
“Intinya adalah bagaimana melaksanakan demokrasi ini secara sehat. Penyelenggara dituntut lebih maksimal dalam upaya pencegahan dari pada penindakan,” terang peraih gelar doktor ilmu politik dari University Kebangsaan Malaysia ini.
“Jangan sampai Pilkada 2020 hanya stempel belaka untuk menjadi kepala daerah,” imbuh Alfitra.
Ia pun berpesan agar jajaran penyelenggara pemilu melakukan koordinasi yang intens dengan berbagai pihak agar Pilkada 2020 tetap on the track dan tidak menjauh dari protokol kesehatan.
Menurutnya hal ini sangat penting untuk dilakukan sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Secara khusus, Alfitra juga menyoroti terkait potensi maraknya praktik politik uang dalam pilkada nanti. Dalam sudut pandang yang lain, larangan untuk berkerumun akan menumpuk uang operasional. Kondisi demikian akan menjadi buruk jika bertemu dengan dampak ekonomi dari Covid sebagai variabel yang lain.
Dua variabel ini, jelas Alfitra, akan melahirkan praktik-praktik politik uang dalam Pilkada 2020.
Hal ini disebut Ketua Umum AIPI ini harus diwaspadai oleh jajaran Bawaslu di daerah. Bawaslu, kata Alfitra, mesti melalukan kajian secara serius, proses verifikasi secara formal, atau menjemput bola, ekstra kerja keras dalam mencari bukti.
“Jalankan proses regulasi secara optimal, dan mohon dijaga jangan sampai perkara money politik sebagai komoditas calon yang gagal, jangan ada diskriminasi terhadap calon, harus berlaku adil, tidak pilih kasih dalam proses penindakan. Tugas panwas cukup berat karena langung berhadapan dengan masyarakat,” tutur dia. [Humas DKPP]