Manokwari, DKPP –
Anggota Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP) Dr. Nur
Hidayat Sardinidalam pembukaan Acara
Sosialisasi Penegakan
Kode Etik Penyelenggara Pemilu yang digelar Kamis, (9/3) di Hotel Fujita Jl. Drs.
Esau Sesa, Manokwari menjelaskan konsep perwakilan dalam politik.
“Secara konsepsional perwakilan dalam politik itu
ada dua. Yang pertama perwakilan berbasis kepada orang dan kedua perwakilan berbasis
kepada gagasan atau ide,†kata Sardini.
Lebih lanjut Dosen FISIP Universitas Diponegoro ini
menerangkan bahwa karena efek pembangunan yang tidak merata dalam masyarakat, hal
ini menyebabkan cara berpikir mereka juga tidak merata, misalnya cara berpikir jika
yang menang adalah bukan yang seagama, bukan seiman bukan sesuku maka
sesungguhnya pemilu dianggap tidak sah. Pemilu harus digugat ke mana saja bahkan
sampai ke lubang hukum jarum sekali pun.
“Berdasarkan pengalaman pemilu sejak 2004, 2009,
2014 dan berulang lagi di Pilkada Serentak ini maka selalu saja bisa terjadi
kemungkinan-kemungkinan untuk memenangkan, betapa pun pemilu berakhir dengan
penetapan oleh KPU. Jika tidak ke MK lalu ke DKPP lalu ke TUN lalu ke polisi
lalu ke Panwaslu …muter muter …†ungkapnya.
“Karena tidak terima, kalau dia bukan kawannya maka
sesungguhnya pemilu belum selesai. Itulah pandangan saya karena orang memandang
pemilu selalu melihatnya sebagai perwakilan orang, perwakilan personal, padahal
seperti yang harus bapak ibu ketahui juga bahwa perwakilan orang itu bisa
menjebak kita pada permusuhan-permusuhan, konflik, bunuh membunuh karena soal
agama, soal suku ada yang bilang putra daerah, non putra daerah maka dia
bukanlah wakil dari saya. Itulah cara pandang yang melihat perwakilan berbasis
pada orang,†jelas dia.
Sedangkan perwakilan berbasis pada gagasan atau ide
memuat pengertian bahwa betapa pun kepala daerah itu meski bukan seiman, bukan seagama,
bukan sesuku, putra daerah dan non putra hal itu tidaklah penting asalkan
memperjuangkan atas apa yang diinginkan maka dianggap sudah cukup.
“Artinya adalah kalau bupati itu bukan seiman
dengan saya buka sesuku dengan saya tapi gagasannya itu sama dengan saya maka
cukuplah … dia adalah bupati saya. Sering kita melihat kadang-kadang yang
seide dengan kita tetap dominasi pikiran kita masihlah melihat hanya karena
kawan kita, karena suku kita, karena agama kita maka ya itulah dianggap sebagai
wakil kita,†tambah dia.
Pada akhir paparan Sardini mengundang cara berpikir
kita bahwa yang jauh lebih baik adalah perwakilan atau representasi berbasis
kepada gagasan dan bukan perwakilan berbasis orang. [Diah Widyawati_9]