Bogor, DKPP – Untuk meningkatkan kapasitas penyelenggara Pemilu di daerah, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) perlu melakukan Bimbingan Teknik (Bimtek) dalam menangani pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu. Agar lebih efektif dan tepat sasaran, DKPP menyusun materi dan tata Bimtek yang disatukan dalam satu modul.
Demikian diungkapkan jurubicara DKPP Nur Hidayat Sardini dalam Penyusunan Peraturan DKPP tentang Teknik Persidangan Kode Etik DKPP Tahap III, yang digelar di Bogor, pada Jumat-Minggu (19-21/4).
"Sesuai ketentuan UU No 15 Tahun 2011, UU No 8 Tahun 2012, Peraturan Bersama KPU, Bawaslu, dan DKPP, dan Peraturan Tata Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu, DKPP memiliki kewajiban untuk menangani perkara-perkara pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan anggota KPU, Bawaslu, dan jajarannya", ungkap Sardini.
Lebih lanjut, Sardini menyatakan, modul yang direncanakan akan melibatkan anggota KPU dan Bawaslu di provinsi dengan masing-masing staf yang ditunjuk menjadi komisioner dan staf yang kelak untuk menangani pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu bagi komisioner di daerah.
Pada penyusunan modul Bimtek tahap III ini, peserta yang telah dibagi dalam beberapa kelompok pada penyusunan Modul Bimtek tahap II (20-23/3) lalu, memaparkan hasil diskusi masing-masing kelompok. Dari hasil diskusi diharapkan adanya masukan terkait materi ataupun metode Bimtek pada masing-masing bab dalam modul.
Terlibat dalam kegiatan ini selain komisioner DKPP Nur Hidayat Sardini, Saut H. Sirait dan Nelson Simanjuntak juga sejumlah pegiat Pemilu yang tergabung dalam kelompok kerja (Pokja) terdiri atas; Jeirry Sumampow (Tepi), Ahsanul Minan, Jojo Rohi (KIPP), Ade Hanas (TA DPR), Ibrahim Fahmi (TI), August Mellaz (SPD), Abdullah Dahlan (ICW), dan Imam Suhodo (Bareskrim Polri), dan beberapa staf di lingkungan sekretariat DKPP. [SD]