Jakarta,
DKPP- Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Jumat (18/9) menggelar sosialisasi
kode etik penyelenggara Pemilu di Kantor KPU Provinsi Bali. Peserta sosialisasi
adalah komisioner KPU dan Panwaslu dari enam kabupaten/kota di Bali yang pada 9
Desember 2015 ini akan melaksanakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak.
DKPP sebagai lembaga penegak
kode etik penyelenggara Pemilu memiliki perhatian serius terhadap pelaksanaan
Pilkada serentak tersebut. Seperti diungkapkan oleh Ketua DKPP Prof. Jimly
Asshiddiqie, sosialisasi dimaksudkan untuk memastikan penyelenggaraan Pilkada
di Bali dapat berjalan sesuai aturan hukum dan aturan etika, sehingga terwujud
sebuah Pilkada yang berintegritas. Prof. Jimly meminta
agar para penyelenggara Pemilu, baik KPU maupun Bawaslu, betul-betul mengantisipasi
pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan digelar secara
serentak.
“Pilkada serentak
ini akan lebih rumit. Pertama karena serentak, kedua banyak regulasi yang baru
juga. Partai yang sedang konflik juga membuat tugas tidak mudah,†terang Prof.
Jimly, dalam berbagai kesempatan.
Guru Besar Hukum
Tata Negara Universitas Indonesia juga menekankan agar penyelenggara Pemilu
harus berbenah, karena pada Pemilu sebelumnya banyak terjadi pelanggaran kode
etik yang melibatkan penyelenggara Pemilu. Salah satu perubahan yang harus
dilakukan adalah perubahan paradigma penyelenggara Pemilu.
“Dari paradigma
lama ke baru. Yang baru itu penyelenggara Pemilu harus menjadi pelayan, serta
memiliki semangat untuk melayani (spirit
of serving) kepada peserta, pemilih, dan kandidat,†tuturnya.
Melayani peserta
Pemilu, terang dia, artinya harus memperlakukan mereka secara sama.
Penyelenggara Pemilu harus memiliki jarak yang sama, tidak boleh berat sebelah,
dan tidak boleh condong kepada salah satu calon peserta Pemilu. Lebih lanjut
Mantan Ketua MK RI ini menjelaskan bahwa dalam melayani pemilih, penyelenggara
Pemilu harus memperhatikan hak konstitusional masyarakat, melayani kandidat
secara profesional dan adil serta tidak memihak.
“Kalau selama ini
biasanya kurang akrab dengan peserta, dengan calon, maka sekarang ini harus
akrab, harus melayani, apa pun kebutuhan mereka harus dilayani, yang penting
tidak berpihak,†tambah dia.
Jika melihat data perkara di
DKPP, pengaduan dari Provinsi Bali tidak terlalu banyak. Laporan DKPP, mulai Juni
2012 sampai September 2015, sebanyak 8 pengaduan yang masuk dari kabupaten/kota
dan Provinsi Bali. Dari 8 pengaduan, sebanyak 4 pengaduan dinilai tidak
memenuhi syarat sehingga tidak layak disidangkan. Sedangkan yang masuk sidang
ada 4 pengaduan. Hasil putusan DKPP terhadap 4 perkara yang masuk sidang sebanyak
27 Teradu direhabilitasi nama baiknya, 14 orang dijatuhi sanksi peringatan, 1
orang diberhentikan tetap. (Rilis Humas DKPP)