Jakarta,
DKPP – Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Dr. Harjono
menjelaskan, selama Januari hingga 1 Desember 2018, DKPP telah menerima
sebanyak 490 pengaduan. Setiap pengaduan yang masuk, kemudian diverifikasi baik
verifikasi administrasi maupun materiil. Hasil verifikasi materiil, dilanjutkan
dengan sidang pemeriksaan. “Jumlah pengaduan atau laporan yang dilanjutkan pada
pemeriksaan persidangan sebanyak 280 perkara, dan dilakukan sidang pemeriksaan
sebanyak 378 kali persidangan,†katanya
saat menyampaikan sambutan dalam acara Kegiatan Laporan Kinerja DKPP tahun 2018
di Ancol, Jakarta Utara, Selasa (18/12/2018) siang.
Data
pengaduan/laporan yang diterima DKPP yang sampai pada tahap persidangan dan
penetapan putusan terhitung sejak 1 Januari sampai dengan 1 Desember 2018
menunjukan tren atau tipologi pelanggaran kode etik pemilu beserta
modus-modusnya. “Modus pelanggaran kode etik yang menyebabkan pemberhentian
tetap umumnya karena keberpihakan penyelenggara pada calon tertentu,†ujarnya.
Dari
DKPP, Prof Muhammad, Prof Teguh Prasetyo, Ida Budhiati, Dr. Alfitra Salamm
masing-masing sebagai anggota, TA DKPP, Kepala Biro Adminsitrasi DKPP serta
pejabat struktural dan staf sekretariat DKPP.Tamu undangan yang hadir dalam
Kegiatan Laporan Kinerja DKPP Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, Ketua MK Anwar Usman, Ketua KPU RI Arief
Budiman, Ketua Bawaslu RI Abhan, perwakilan dari Menteri Dalam Negeri, perwakilan
Kapolri, perwakilan Jaksa Agung, dan media. Hadir pula TPD unsur Bawaslu
Provinsi, TPD unsur KPU Provinsi, TPD unsur masyarakat dari seluruh Indonesia,
Ketua KPU dan Bawaslu Provinsi seluruh
Indonesia serta sekrataris KPU Provinsi dan kepala sekretariat Bawaslu Provinsi
seluruh Indonesia.
Lanjut
Harjono, modus pelanggaran tersebut terungkap melalui persidangan DKPP yang diselenggarakan dengan
terbuka. Modus pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu ini sebagaimana telah
diurai pada bagian sebelumnya, yakni selalu berpangkal dari sikap
ketidaknetralan atau tindakan keberpihakan anggota penyelenggara pada calon
peserta Pemilu. “Selain keberpihakan, melalaikan tugas dan fungsi yang
semestinya penyelenggara juga kerap menggunakan jabatan atau wewenang untuk
kepentingan tertentu, menerima suap dalam penetapan pasangan calon, proses
seleksi anggota penyelenggara, dan tahapan penetapan calon yang cenderung tidak
netral,†jelas mantan wakil ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Harjono
menyampaikan adanya pengaduan kode etik penyelenggara Pemilu terhadap
lembaganya menjadi perhatian serius DKPP dengan terus memberikan pelayanan yang
baik. “Pelanggaran kode etik Pemilu yang dilaporkan oleh masyarakat menunjukkan
sikap kritis masyarakat semakin meningkat. Begitu juga pengaduan yang
dilaporkan oleh peserta Pemilu (paslon), tim kampanye, partai politik, dan
penyelenggara Pemilu DKPP tetap memberikan pelayanan berdasarkan standar
peraturan DKPP Nomor 3 tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik
Penyelenggara Pemilu. DKPP memastikan untuk mengawal dan menegakan kehormatan
institusi KPU dan Bawaslu serta penyelenggara Pemilu agar senantiasa bekerja
dengan mengedapankan prinsip-prinsip etika penyelenggaraan Pemilu sebagaimana
diatur dalam Peraturan DKPP Nomor 2 tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Penyelenggara Pemilu,†pungkas Harjono. [Teten Jamaludin]