Jakarta, DKPP – Muhamad Nur DG Ramatu mengaku telah
bolak-balik ke kantor Bawaslu Provinsi Sulawesi Tengah. Namun tidak mendapatkan
jawaban.
“Kami sudah empat kali ke kantor Bawaslu. Sampai sekarang
putusannya saya tidak tahu. Tahu-tahu putusan Bawaslu itu ada di DPP Partai
Demokrat yaitu di Caleg Nomor urut 7 saat sidang di Mahkamah Partai,†kata
Muhammad bersama kuasa hukum Sarpan Sanusi dalam sidang kode etik Bawaslu
Sulawesi Tengah, Kamis (18/9).
Selaku ketua majelis Saut H Sirait dan anggota majelis Nur
Hidayat Sardini, Anna Erliyana dan Nelson Simanjuntak. Teradu Zaidul Bahri
Mokoagow dan Asrifai, masing-masing sebagai anggota Bawaslu Sulawesi Tengah.
Permasalahan tersebut bermula dari terkait Bawaslu tidak
menindaklanjuti laporan pengadu terkait dugaan penggelembungan suara di tingkat
PPK dan KPU Kabupaten Parigi Moutong.
“Ada penggelembungan atau pengalihan suara di lima kecamatan
sebanyak 129 suara ke caleg Partai Demokrat nomor urut 7, menjadi 4.995 suara
dari yang seharusnya 4.866 suara. Perolehan nomor urut 7 mengalahkan perolehan
suara prinsipal sebanyak 4.893 suara,†kata Sarpan.
Kemudian pihaknya melaporkan kepada Bawaslu. Namun pihak Teradu
mengatakan tidak dapat ditindaklanjuti. “Teradu diduga telah melakukan
pembiaran,†katanya.
Muhammad menambahkan, atas perkara ini dia mengajukan sengketa
ke Mahkamah Konstitusi. Namun hasil Putusan Mahkamah Konstitusi menyerahkan
penyelesaiannya ke Mahkamah Partai Demokrat. “Saat sidang di Mahkamah Partai
itu, saya mendapatkan putusan Bawaslu itu pun dari pihak caleg,â€
katanya.
Sementara itu, Zaidul Bahri Mokoagow, Teradu, mengatakan bahwa
hasil putusan Bawaslu Sulteng telah dipasang di papan pengumuman kantor
sekretariat Bawaslu. Pihaknya sudah merasa cukup kewajibannya telah dia
tunaikan. Sedangkan terkait dengan putusan di tangan caleg nomor urut 7, dia
tidak mengetahuinya didapat dari mana. (ttm)