Bogor, DKPP – “Putusan adalah mahkota lembagaâ€, ujar Pan Mohamad
Faiz, S.H., M.C.L., Ph.D., Peneliti Mahkamah Konstitusi saat membuka paparannya
yang berjudul Legal Drafting dan Editing Bahasa Putusan dalam acara
Peningkatan Kapasitas Jajaran Administrasi Biro DKPP Tahap II, di Hotel Mirah
Bogor 8/12.
Faiz mengawali paparannya dengan
menjelaskan defenisi putusan. Dia merujuk definisi putusan Sudikno Mertokusumo yakni
suatu pernyataan oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk
menjalankan fungsi yudisial dan Andi Hamzah yang menyatakan bahwa putusan
adalah hasil atau kesimpulan dari suatu perkara yang telah dipertimbangkan
dengan masak-masak yang dapat berbentuk tertulis maupun lisan.
Paparan dilanjutkan dengan
bahasan terkait Legal Drafting Putusan. Faiz menjelaskan detail mulai sistematika
putusan, penggunaan Bahasa Indonesia ragam hukum (“bahasa hukumâ€), pentingnya
drafter untuk selalu kroscek istilah dengan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan), penyusunan
putusan dengan benar-benar memerhatikan duduk
perkara dan pertimbangan putusan. Kemudian tentang penyuntingan (editing) dan finalisasi
putusanyang melibatkan editor bahasa.
“Usai sidang biasanya risalah
langsung jadi pada hari yang sama, kecuali untuk sidang-sidang yang berlangsung
lama, risalahnya baru jadi keesokan harinya. Penyusunan risalah itu meskipun melibatkan
outsourching dari luar namun mereka disumpah dan ada koordinator linguistik berasal
dari internal MKâ€, ujar Faiz.
Paparan dilanjutkan dengan menguraikan
hal-hal yang dapat menjadi pertimbangan drafter dalam menyusun putusan antara
lain, fakta-fakta yang relevan, norma legal dan etik, alasan dan pemikiran
hukumnya, fakta-fakta yang terkait secara langsung dalam sebuah perkara yang
dituangkan sebagai alasan dalam sebuah perkara (ratio decidenti), metode
interpretasi, fakta-fakta yang muncul tetapi tidak terkait langsung mendukung
sebuah putusan (obiter dicta), dan penyelesaian masalah.
“Tips mencari ratio decidendi, jangan
gunakan paragraf yang panjang. Dalam beberapa putusan DKPP, paragrafnya terlalu
panjang. Paragraf biasanya memuat ide atau gagasan. Jika satu paragraf melebihi
satu halaman, kita bingung tentukan kalimat utamanyaâ€, ungkap dia.
Peneliti MK juga membuat Persandingan
Sistematika antara Putusan DKPP dan MK RI yang dipresentasikan melalui tabel
powerpoint. “Sistematika putusan DKPP dengan MK RI hampir sama, mungkin karena
ketua DKPP pernah menjadi ketua MK RI sebelumnya, sehingga mengadopsi format
putusan MK. Namun, dalam kepala putusan misalnya, di putusan DKPP tidak ada “irah-irahnyaâ€,
yakni kata-kata, “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esaâ€, jelas
dia.
Sementara itu terkait editing putusan,
Faiz membaginya dalam dua hal yakni teknis dan subtantif. Teknis yakni menyesuaikan
antara data di dalam berkas dengan duduk perkara Putusan,Identitas, tanggal
pemberkasan; daftar alat bukti, saksi, dan ahli. Kemudian konsistensi terkait
penggunaan istilah hukum dan penyebutan singkatan dari UU, tata bahasa, singkatan,
format tulisan, penomoran, paragraf, margin, dan lay out. Sedangkan dari segi substantif
yakni menyesuaikan antara hasil Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) dengan
penulisan di dalam draf Putusan.
Terakhir Peneliti MK ini
menjelaskan pentingnya pengamanan putusan asli baik format cetak maupun format
soft file dan permasalahan umum yang kerap terjadi dalam penyusunan sebuah
putusan misalnya, jika terjadi perbedaan isi antara hard copy dan soft copy, permasalahan
terkait perbedaan setting antara komputer satu dengan yang lain serta printer, jarak waktu antara finalisasi putusan dan
pembacaan putusan, bagaimana menjaga
kerahasiaan draf putusan, dan permasalahan mesin legalisasi/otentifikasi. [Diah
Widyawati_5]