Yogyakarta, DKPP – Selama sepuluh tahun terakhir kondisi ketahanan nasional ada pada warna kuning, artinya kurang tangguh. Hanya dua tahun terakhir yakni tahun 2017 dan 2018 kondisi ketahanan sedikit membaik, hijau tetapi masih perbatasan antara kuning dan hijau. Demikian disampaikan Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Kemahasiswaan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Djagal Wiseso Marseno saat memberikan Kata Sambutan pada Kegiatan Sosialisasi Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) yang diselenggarakan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Yogyakarta, Senin (18/3/2019).
Menurut Djagal, komponen dari ketahanan nasional ada delapan gatra. “Delapan gatra terdiri dari tri gatra dan panca gatra. Tri gatra yaitu geografis, demografis, dan sumber kekayaan alam. Tiga modal ini untuk mengembangkan panca gatra yaitu idelogi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan hankam,” jelas mantan Deputi Pengkajian Strategik di Lemhanas ini.
Ia lalu menambahkan bahwa, delapan gatra ini berkontribusi terhadap ketahanan nasional. Yang menarik, menurutnya, gatra adalah ideologi karena selalu berwarna kuning. “Artinya, ketika sebagai bangsa dan negara ideologi tidak kuat, ternyata memberikan kontribusi terhadap gatra yang lain, yang juga berwarna kuning, artinya kurang tangguh,” tegasnya.
Lebih jauh ditegaskan bahwa, idelogi dan sosial budaya selalu berwarna kuning. “Artinya, jika idealisme atau konsensus bernegara mulai tergerus maka kehidupan gatra-gatra yang lain juga akan terancam,” imbuhnya.
Karena itu, lanjutnya, mekanisme pemilu yang sedang diselenggarakan oleh KPU dan Bawaslu menjadi hal yang sangat penting karena di dalamnya memuat paket yang sangat besar, yaitu kehidupan berbangsa dan bernegara yang muaranya adalah ketahanan nasional. Ia lalu menceritakan bahwa, Badan Pemeringkat Tingkat Dunia dari Pensilvania University yang merekam indeks kerapuhan ketahanan negara-negara di dunia menyatakan, Indonesia berada pada warna kuning. “Artinya, itu kurang tangguh. Dari 178 negara yang diindeks atau dirangking, Indonesia berada pada posisi 88 dari 178 negara,” tuturnya.
Karena itu, menurutnya, kondisi negara harus dikelola dengan baik termasuk di dalamnya adalah penyelenggaraan pemilu. Ia menilai Pemilu memiliki dampak yang sangat besar. Sehingga, ia mengingatkan agar penyelenggara Pemilu bekerja sesuai dengan kode etiknya.
Selain itu, ia juga berharap penyelenggara Pemilu memiliki sikap kemandirian, integritas, akuntabilitas dan kredibilitas. “Jangan terbelah 01 dan 02, karena kita adalah satu. Siapapun yang terpilih kita hormati berdasarkan proses-proses yang diselenggarakan melalui pemilihan umum,” pungkasnya. (Irmawanti – MS)