Palu, DKPP – Banyak negara-negara maju yang sungguh-sungguh menjalankan Pemilu. Namun Pemilu yang diselenggarakan masih proseduralistik dan terkesan sangat formalistik. Hal inilah yang kemudian menimbulkan penilaian para ahli maupun pakar demokrasi sebagai demokrasi seremonial.
Demikian disampaikan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly Asshiddiqie dalam sambutannya pada acara buka bersama yang diselenggarakan KPU Provinsi Sulawesi Tengah di kantor KPU Provinsi Sulawesi Tengah Jalan Letjen. S. Parman No 58 Palu, Sabtu (13/7). Hadir dalam kesempatan itu, Gubernur Longki Djanggola, Kapolda Ari Dono Sukmanto, Ketua KPU Provinsi Sahran Raden, Wakil Walikota Palu H Mulhanan Tombolotutu, serta pimpinan parpol, ormas, OKP, dan tokoh masyarakat setempat.
“Mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Kofi Annan dalam bukunya berjudul Elections With Integrity mengatakan Pemilu mulai dari Kenya, Amerika Serikat sampai ke Tunisia hampir sama. Yakni menyelenggarakan Pemilu tetapi persoalan yang selalu menimbulkan pertanyaan ialah apakah pelaksanaan Pemilu di negara-negara tersebut berintegritas atau tidak,” jelas Jimly.
Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia itu menerangkan, setidaknya sembilan puluh lima persen negara di dunia menggunakan Pemilihan Umum sebagai sarana pengalihan kekuasaan secara tertib dan damai. Pemilu dianggap sebagai salah satu metode ilmiah dalam sistem demokrasi modern untuk melakukan sirkulasi kepemimpinan. Bahkan sekitar sembilan puluh sembilan persen negara-negara di dunia melalui konstitusi masing-masing mengaku demokrasi sebagai alternatif komprehensif untuk melakukan pergantian kepemimpinan. Hal ini terlihat mulai dari Uni Soviet sebelum jadi Rusia sampai dengan Amerika dan Jerman.
“Dalam tataran praktik sebagian negara-negara yang mengaku demokrasi dan menerapkan Pemilu ternyata sekadar selebrasi dan menjadi ajang legitimasi sosial politik kekuasaan semata dan tanpa memperhatikan norma-norma ethics dalam Pemilu itu sendiri,” tutup dia. (RY)