Makassar, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) dibentuk dengan tujuan menjaga integritas penyelenggara Pemilu. Integritas dan kredibilitas proses dan hasil penyelenggaraan Pemilu merupakan hal pokok dalam mewujudkan Pemilu yang luber jurdil. Karena dibentuk dengan dasar menegakkan etika penyelenggara Pemilu maka tugas dan fungsi lembaga ini secara substansial adalah menegakkan hukum dan etika (Rule of Law and The Rule of Ethics) secara bersamaan dalam penyelenggaraan Pemilu. DKPP memiliki tanggungjawab moral untuk memastikan bahwa Pemilu 2014 harus lebih baik dari Pemilu-pemilu sebelumnya. Belajar dari kelemahan dan kekurangan pada Pemilu 2004 dan 2009 maka para penyelenggara Pemilu perlu mendefenisikan tugas dan fungsi kelembagaan KPU dan Bawaslu secara komprehensif supaya masing-masing pihak bisa mempunyai rasa tanggungjawab moral yang tinggi untuk mewujudkan Pemilu 2014 yang jauh lebih demokratis. Pemilu yang tidak saja memiliki legitimasi hukum tetapi juga legitimasi etika politik yang kuat. Hal ini disampaikan ketua DKPP Jimly Asshiddiqie saat jadi narasumber pada kegiatan Rapat Koordinasi Nasional dalam Rangka Persiapan Pelaksanaan Pemilu 2014 wilayah Timur Indonesia di Makassar Sulawesi Selatan, yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri RI pada Hari Selasa (1/10).
Dihadapan peserta rapat yang terdiri dari unsur pemerintah daerah, TNI, Polri, Kejaksaan Tinggi, Panitia Pengawas Pemilu, KPUD Provinsi/Kabupaten/Kota, dari wilayah Kalimantan, Maluku, Sulawesi dan Papua ini, mantan ketua Mahkamah Konstitusi pertama ini mengatakan, dalam rangka mewujudkan Pemilu berintegritas dan dipercaya publik maka anggota penyelenggara Pemilu hendaknya bekerja dengan profesional dan independen. Independen KPU dan Bawaslu merupakan suatu hal yang niscaya yang mesti di jaga.
Persoalan independensi sangat rentan dalam pemahaman masyarakat terhadap anggota penyelenggara Pemilu. Praktik di lapangan seringkali muncul persepsi masyarakat pada KPU dan Bawaslu kurang baik. “Komunikasi yang dilakukan penyelenggara dengan calon atau pasangan tertentu meski itu dilakukan dengan niat dan tujuan yang baik namun selalu saja ada penilaian masyarakat secara negatif. Maka tugas dan tanggungjawab semua anggota penyelenggara Pemilu adalah bagaimana mengelola persepsi masyarakat yang serba beda menjadi persepsi yang positif. Kesan yang seringkali muncul yakni persepsi ketidakpercayaan masyarakat pada proses dan hasil penyelenggaraan pemilu sudah saatnya dijawab dengan kinerja yang nyata”, urai pakar hukum Tata Negara Universitas Indonesia ini.
KPU dan Bawaslu harus mengubah sistem kerja organisasi yang lebih tertib dan terlihat profesional. Perubahan tidak bisa dielakkan karena ia merupakan hasil dari kontradiksi faktor internal sistem yang telah ada. Perubahan yang meliputi sistem, mekanisme, struktur, strategi, kultur, kebijakan program, anggaran, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi kinerja. KPU dan Bawaslu harus menjadikan masing-masing institusi bekerja secara kompetitif namun tetap menjadikan independensi sebagai pilar utama guna terciptanya check and balances yang sehat. KPU harus bisa meyakinkan masyarakat dengan membuat persepsi yang positif dalam mengembangkan tanggungjawab penyelenggaraan Pemilu.
Terkait langkah KPU membangun kerjasama dengan Lembaga Sandi Negara Republik Indonesia (Lemsaneg) untuk menciptakan mekanisme kerja dalam sistem penyelenggaraan Pemilu yang lebih efektif dan efisien, yang juga sempat menimbulkan kecurigaan publik, Jimly yang pernah beberapa kali menjadi ketua DK KPU ini menegaskan, yang paling penting adalah bagaimana KPU memberikan penjelasan kepada publik terkait agenda kerjasama dengan lembaga negara tersebut dengan alasan-alasan yang rasional. “Dengan penjelasan argumentatif yang rasional mengenai tujuan kerjasama mengelola tahapan Pemilu 2014 maka publik pun akan bisa menerimanya. Artinya, titik tekan kepercayaan rakyat pada KPU dan Bawaslu tidak hanya pada penyampaian niat baik dan tujuan mulia tetapi melainkan harus disertakan dengan tindakan dan perilaku positif yang memunculkan kepercayaan masyarakat. Ketika ada kecurigaan pada langkah-langkah yang dilakukan KPU dan Bawaslu maka kecurigaan tersebut seyogyanya dijawab dengan kinerja”. Demikian kata Jimly yang juga pernah mendapat penghargaan sebagai tokoh tauladan 2009 dari salah satu Harian Media Cetak Nasional ini. (RY)