Yogyakarta,
DKPP – Anggota DKPP Dr. Nur Hidayat Sardini menjadi salah satu narasumber utama
dalam seminar nasional XXVII AIPI (Asosiasi Ilmu Politik Indonesia) dengan tema
“Pemilu Serentak 2019†yang diselenggarakan di Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta, Kamis (27/4). Dalam kegiatan ini, dia memberikan materi dengan subtema “Potensi Pelanggaran Etik
Penyelenggara Pemilu dalam Pemilu Serentak 2019â€.
Dalam paparannya Sardini mengungkapkan bahwa Pemilu
Serentak 2019 ini adalah pengalaman baru dalam sejarah demokrasi elektoral kita, kendati pun isu Pemilu serentak ini kita punya pengalaman di
tahun 2014 yang lalu, ketika Pemilu Legislatif dan Pemilu Gubernur dan Wakil
Gubernur Tahun 2014 digelar dalam sekali waktu.
“Pemilu
Serentak
2019 memiliki dampak positif antara lain
tercapainya efisiensi anggaran terutama pos honorarium petugas badan adhoc Pemilu,
sementara penyerentakan Pemilu juga mengundang konsekuensi, implikasi, dan
kerumitan-kerumitan tersendiri yang apabila tidak diantisipasi secara cermat,
terukur, kualitas perencanaan, dan memerbanyak frekuensi simulasi teknik
penyelenggaraan Pemilu, berubah menjadi dampak-dampak negatif,†ungkap Ketua
Bawaslu Periode 2008-2011
ini.
Menurutnya, Pemilu Serentak 2019 tidak akan berbeda
dengan “model Pemilu lima kotak†dalam Pemilu Lampung tahun 2014, baik dari
relativitas ketentuan peraturan perundang-undangan, maupun jenis-jenis Pemilu.
Ia berpendapat bahwa peluang untuk
menempatkan Pemilu Serentak 2019 sebagai “Pemilu dengan tantangan
integritas†berangkat dari asumsi apabila sistem Pemilu adalah proporsional
dengan daftar calon terbuka, dan lebih-lebih penentuan melalui suara terbanyak
sebagaimana Pemilu tahun 2009â€, kemungkinan besar konotasi Pemilu â€brutal, masif,
dan terang- terangan†untuk menggambarkan Pemilu tahun 2014 yang lalu, bakal
terulang dalam Pemilu Serentak 2019. Dari 1.230 kali Pemilu kita, kita yakin bahwa
tradisi demokrasi elektoral kita telah menemukan “form terbaiknyaâ€.
“Karena itu kita optimis bahwa Pemilu
tahun 2019 akan juga berjalan dengan baik, mengingat baik penyelenggara Pemilu,
pemilih, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya, telah terbiasa dengan
penyelenggaraan Pemilu,†ujar dia.
“Para penyelenggara Pemilu juga
telah mahir dengan tugas, wewenang, dan kewajibannya,†tambahnya.
Kendati demikian, khusus untuk Pemilu
Serentak
2019 ada cukup alasan bagi kita untuk khawatir, karena terdapatnya
alasan-alasan yang sebagian diantaranya telah tergambar dalam Pemilu Lampung.
Alasan-alasan kekhawatiran kita bersumber dari sejumlah isu, yakni Pemilu Serentak “Model Lampung†setidaknya sedikit
memberi gambaran mengenai â€perkawinan dua Pemiluâ€, Pemilu Serentak 2019 adalah Pemilu
pengalaman baru, atau Pemilu eksperimen pertama dalam perkembangan demokrasi
elektoral kita, dari sisi teknik kePemiluan,
Pemilu Serentak
2019 memiliki perkiraan kompleks, baik bersumber dari faktor-faktor objektif dan
faktor-faktor subjektif kita, dan ibarat sepakbola, dalam setiap Pemilu selalu
terjadi pelanggaran-pelanggaran.
Menurutnya, perkiraan problematika Pemilu
Serentak
2019 tidak lagi meliputi hal-hal yang bersifat eksistensial, namun bersifat
klerikal, teknikal, dan administrasi, sembari juga mewaspadai hubungan antara
hal-hal tersebut yang berakibat pada pencideraan integritas Pemilu.
“Dari pengalaman Pemilu Lampung,
kita dapat memetik pelajaran bahwa gambaran perlunya peningkatan kapasitas,
integritas, dan kemandirian penyelenggara Pemilu memegang peran utama. Selain
itu Usaha untuk meningkatkan kapasitas penyelenggara Pemilu, adalah hal yang
mutlak guna mengantisipasi segala kemungkinan terhadap potensi ancaman
integritas termasuk sistem kontrol yang ketat,†tutupnya
Hadir sebagai narasumber utama
lainnya yakni Pengurus Pusat AIPI Prof. Syamsudin Haris,
Komisioner KPU RI Hasyim Asy’ari, Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy, dan Dosen UMY, Drs.Bambang Eka C.W. S.IP. (Sandhi Setiawan)