Bandung, DKPP – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilu (DKPP) Dr. Nur Hidayat Sardini menerangkan bahwa selama
pelaksanaan Pemilukada serentak selama tahun 2015, pihaknya telah menerima
sebanyak 805 pengaduan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu.
Sebagian besar modus pelanggaran disebabkan karena keberpihakan atau
netralitas.
“Masalah netralitas menempati urutan pertama. Ada sebanyak 261
jumlah pengaduan,†katanya saat menjadi narasumber dalam Seminar Hasil
Penelitian Evaluasi Kinerja DKPP Dalam Penanganan Perkara Pemilukada di Jawa
Barat Tahun 2015 Kerjasama DKPP dan Departemen Ilmu Politik Fisip Unpad, di
Kampus Universitas Padjadjaran, Jalan Dipati Ukur, Senin (29/11).
Kemudian, lanjut dia, modus pelanggaran kelalaian pada proses Pemilu
menjadi urutan kedua, sebanyak 235 pengaduan. Dan modus yang ketiga adalah
tidak ada upaya hukum yang efektif. “Sebanyak 67 pengaduan
disebabkan oleh perlakuan yang tidak adil terhadap peserta Pemilu,†ujar dia.
Ada lima wilayah yang paling banyak. Pertama, Provinsi Sumatera Utara
menempati urutan pertama, sebanyak 84 perkara. Kemudian Papua sebanyak 36
perkara, Jawa Timur ada 31 perkara, dan Sumatera Barat sebanyak 17
perkara. Bila dibandingkan dengan Pemilu Legislatif lalu, tahun 2014, tidaklah
jauh berbeda. Ada tiga daerah yang memang jumlah pengaduannnya banyak.
“Selama tahun 2014 wilayah Papua menempati urutan pertama, lalu Sumut
sebanyak Sumut sebanyak 102, dan urutan ketiga Jatim sebanyak 58 perkara,†kata
pria yang akrab disapa NHS itu.
Ada pun wilayah yang paling sedikit selama pelaksanaan Pemilukada 2015
adalah wilayah Kalimantan Selatan sebanyak 3 perkara, Kepri sebanyak 3 perkara,
Jambri, Kaltara dan DIY sebanyak 2 perkara. “Pemilu Legislatif Bali dan DIY 4,
Babel dan Gorontalo 7, dan Kalteng 8 kasus, merupakan wilayah paling sedikit,†tutup Nur Hidayat. [Teten Jamaludin]