Semarang,
DKPP – Masih dalam presentasi seminar jurnal, Anggota Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP) Dr. Nur Hidayat Sardini
mengungkapkan, setidaknya ada 14 modus-modus pelanggaran kode etik
penyelenggara Pemilu terdiri atas:
1.
Vote Manipulation, Mengurangi,
menambahkan, atau memindahkan perolehan suara dari satu peserta Pemilu ke
peserta Pemilu lainnya, perbuatan mana menguntungkan dan/atau merugikan peserta
Pemilu satu dengan lainnya. Vote Manipulation masih
terbagi dalam dua jenis manipulasi yaitu:
a.
Manipulation With Destabilization Of The Electoral Process atau manipulasi dengan konsekuensi-konsekuensi destabilisasi proses
Pemilu artinya mengubah merusak, dan/atau menghilangkan berita acara pemungutan
dan penghitungan suara dan/ atau sertifikat hasil pemungutan suara. Maksudnya
bahwa setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara
seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan peserta Pemilu tertentu
mendapat tambahan suara atau perolehan suara peserta Pemilu menjadi berkurang.
b.
Participating in vote, buying schemes, either by selling their vote or by
buying vote of another yaitu terlibat dalam skema
pembelian suara, baik dengan menjual suara sendiri maupun membeli suara orang
lain.
2.
Bribery of Officials, pemberian
sejumlah uang atau barang atau perjanjian khusus kepada penyelenggara Pemilu
dengan maksud memenuhi kepentingan pemberinya atau untuk menguntungkan dan/atau
merugikan pihak lain dalam kepersertaan suatu Pemilu (candicacy). Termasuk di dalamnya vote buying, money politics dan election bribery.
3.
Un-Equal Treatment, perlakuan
yang tidak sama atau berat sebelah kepada peserta Pemilu dan pemangku
kepentingan lain. Ada kecenderungan perilaku,
perbuatan atau tindakan partisan yang menguntungkan, dan/atau merugikan kepada
peserta Pemilu baik secara langsung maupun tidak langsung.
4.
Infringements of the right to vote, pelanggaran terhadap hak memilih warga negara dalam Pemilu berupa
pemberian keterangan yang tidak benar mengenai orang lain tentang suatu hal yang diperlukan
dalam pengisian daftar pemilih.
5.
Vote and Duty Secrecy, secara
terbuka memberitahukan pilihan politiknya dan menanyakan pilihan politiknya
dalam Pemilu kepada orang atau pemilih lain.
6.
Abuse of Power, memanfaatkan
posisi jabatan dan pengaruh-pengaruhnya, baik atas dasar kekeluargaan,
kekerabatan, otoritas tradisional atau pekerjaan, untuk mempengaruhi pemilih
lain atau penyelenggara Pemilu demi mendapatkan keuntungan-keuntungan pribadi.
7.
Conflict of Interest, benturan
kepentingan, misalnya tidak mengumumkan
adanya hubungan, baik personal maupun profesional yang berpeluang menimbulkan
persepsi adanya benturan kepentingan.
8.
Sloppy Work of Election Process, ketidakcermatan atau ketidaktepatan atau ketidakteraturan
atau kesalahan dalam proses Pemilu berupa kelalaian yang menyebabkan rusak atau hilangnya berita acara pemungutan dan penghitungan suara
dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara.
9.
Intimidation and Violence, melakukan
tindakan kekerasan atau intimidasi secara fisik maupun mental untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Menghalangi orang lain mendaftar, mencoblos atau menghadiri kegiatan
kampanye
10.
Broken or Breaking of the Laws, melakukan
tindakan atau terlibat dalam pelanggaran hokum di
mana anggota KPU dan jajaran sekretariat dengan sengaja melakukan tindak
pidanan Pemilu dalam pelaksanaan kampaye Pemilu.
11.
Absence of Effective Legal Remedies, kesalahan yang dapat ditoleransi secara manusiawi
sejauh tidak berakibat rusaknya integritas penyelenggaraan Pemilu, juga
hancurnya independensi dan kredibilitas penyelenggara Pemilu.
12.
The Fraud of Voting Day, kesalahan-kesalahan yang dilakukan penyelenggara Pemilu pada hari pemungutan
dan penghitungan suara misalnya mengizinkan pemilih yang belum memenuhi syarat
melakukan pencoblosan, mengubah atau merusak daftar hadir dan daftar nama
pemilih, menghalangi pemilih yang memenuhi syarat untuk memilih, membiarkan
pemilih mencoblos lebih dari satu kali, dll.
13.
Destroying Neutrality, Impartiality, and Independent atau menghancurkan/menganggu/mempengaruhi netralitas, imparsialitas dan kemandirian.
14.
Internal
Conflict, yakni pelanggaran yang terjadi baik intraorganisasi ataupun
intern organisasi sehingga berujung pada adanya pelanggaran kode etik
penyelenggara Pemilu. Menurut data Sekretariat Biro Administrasi DKPP, dalam
Pemilukada Tahun 2015 lampau, seorang anggota penyelenggara Pemilu dikenakan
sanksi setelah melalui pemeriksaan di DKPP.
Kabag Analisis Teknis Pengawasan dan
Potensi Pelanggaran (ATP3) yang dijumpai humas DKPP disela-sela seminar, Feisal
Rahman menjelaskan bahwa ada sepuluh jurnal terbaik
yang lolos review yang dilakukan oleh Tim Review.
Penerbitan Jurnal Bawaslu
tersebut akan dilaksanakan pada tahun anggaran 2016 dan merupakan tindaklanjut dari kerjasama kesepahaman
(MoU) penerbitan jurnal yang telah
ditandatangani kedua belah pihak, pada tanggal 25 Mei 2015, dengan tema yang yang telah disepakati dalam lingkup
kepemiluan.
Selain ini Jurnal Bawaslu akan
mengikuti panduan dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 22 Tahun 2011 tentang Terbitan Berkala Ilmiah agar dalam jangka waktu
empat tahun penerbitan mendapat akreditasi.
“Para penulis akan mempresentasikan
isi tulisan dan akan mendapat tanggapan dari panelis yang terdiri atas Ketua
dan Pimpinan Bawaslu RI. Mereka adalah Dra.
Fitriyah, MA, Dr. Agus Riwanto, Nuriyatul L, S.Sos., M.Ikom
& Wahid A, S.IP., M.Si, Anwar Saragih, Arifudin SH, MH, M.Iwan Satriawan, Setya Adi Nugroho, SH, Supariyadi, dan Susi Dian Rahayu,†tutup Feisal. [Diah Widyawati_3]