Netralitas TNI dalam Pemilu dan Pemilukada
Jakarta, DKPP – Setiap bangsa dalam suatu zaman tertentu mempunyai persepsi dalam menentukan arah kehidupan etisnya yang selanjutnya dijabarkan dalam kehidupan praktis yang tidak lepas dari konteks budaya bangsa tersebut. Oleh sebab itu etika sebagai nilai juga mengalami dinamika karena etika selalu berada dalam ruang sosial dan waktu. |
Demikian menurut narasumber Kolonel Sus Sujono, SH., MH pada sessi kelompok kedua acaraRakornis Tentang Temu Lembaga Pengembangan Etika Bangsa yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Jakarta pada Jumat 7/12.
“Prajurit TNI merupakan bagian dari komponen bangsa yang wajib tunduk dan menjunjung tinggi etika bangsa baik dalam pelaksanaan tugasnya maupun dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu prajurit TNI memiliki etika yang nilai-nilainya senantiasa ditanamkan dalam diri prajurit agar nilai-nilai tersebut terinternalisasi dan terekspresi dalam perilaku secara sadar dan menjadi kebutuhan”, ujar Sujono.
“Prajurit dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, berpedoman pada Kode Etik Prajurit (Sapta Marga) dan Kode Etik Perwira (Budi Bhakti Wira Utama). Terkait dengan Pemilu dan Pemilukada diatur dalam Instruksi Panglima TNI Nomor : Ins/1/VII/2008 tentang Pedoman Netralitas TNI dalm Pemilu dan Pemilukada”, tambah Sujono.
Lebih lanjut Kolonel Sujono menjelaskan beberapa subtansi penting yaitu prajurit yang akan mengikuti Pemilu dan Pilkada harus membuat pernyataan mengundurkan diri dari dinas aktif/pensiun sebelum tahap pelaksanaan Pemilu dan Pemilukada, netral dengan tidak memihak dan memberi dukungan kepada salah satu kontsestan dan khusus bagi prajurit TNI dilarang memberikan arahan kepada isteri/suami/anak dalam pelaksanaan hak pilih.
“Lantas apa penyebab pelanggaran Kode Etik Prajurit?” tanya Sujono. “Pada umumnya pelanggaran kode etik dan pelanggaran hukum adalah prajurit yang tidak mampu menyesuaikan dengan kultur kehidupan prajurit yang menuntut tertib dalam segala hal”, pungkas Sujono. [DW]