Jakarta,
DKPP-
Pimpinan Bawaslu RI Nelson Simanjuntak, Rabu (23/11), menjalani sidang kode
etik penyelenggara Pemilu di Kantor DKPP, Jakarta. Nelson yang juga koodinator
Divisi Hukum Penanganan Pelanggaran Bawaslu diadukan oleh Hendriyanus R
Tonubessi, kuasa dari Ketua DPD Partai Demokrat Nusa Tenggara Timur (NTT)
Jefirston Riwu Kore.
Nelson dianggap bertanggung
jawab atas terbitnya Surat Edaran Bawaslu RI Nomor
0645/K.Bawaslu/PM.06.00/X/2016 tertanggal 20 Oktober 2016 perihal Pedoman
Penanganan Pelanggaran Terkait Perbuatan Penggantian Pejabat Sebagaimana Diatur
pada Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Surat tersebut ditandatangani
oleh Nelson Simanjuntak atas nama Ketua Bawaslu.
“Akibat surat edaran itu, KPU
Kota Kupang dan Panwas menjadi ambigu. Calon walikota Kupang (petahana) yang
sebenarnya tidak memenuhi syarat akhirnya menjadi memenuhi syarat dan
ditetapkan sebagai calon dalam Pemilukada 2017,†ungkap Hendriyanus.
Dari keterangan Hendriyanus
diketahui, Cawalkot Kupang (petahana) Jonas Salean, sebelum ditetapkan menjadi
calon oleh KPU Kupang pada 24 Oktober 2016 atau saat masih menjabat sebagai
walikota melakukan penggantian (mutasi) pejabat di Pemkot Kupang. Mutasi
pejabat tersebut dilakukan pada 1 Juli 2016. Sesuai ketentuan Pasal 71 Ayat (2)
UU Nomor 10 Tahun 2016 terkait Pemilukada, kepala daerah dilarang mengganti
pejabat daerah enam bulan sebelum tanggal penetapan calon sampai akhir masa jabatannya,
kecuali mendapat izin tertulis dari Menteri Dalam Negeri.
“Jika 1 Juli 2016 melakukan
mutasi, dan 24 Oktober 2016 ditetapkan, ini berarti belum ada enam bulan.
Petahana jelas melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2). Sanksinya sesuai di Ayat
(5), petahana harus dibatalkan sebagai calon,†tambah Hendriyanus.
Terbitnya Surat Edaran Bawaslu,
menurut Hendriyanus, yang pada intinya membuat status Jonas Salean menjadi
memenuhi syarat merupakan pelanggaran kode etik khususnya Pasal 11 Peraturan
Bersama KPU, Bawaslu, dan DKPP tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Hendriyanus
mempermasalahkan isi surat edaran pada poin keenam. Pada poin itu pada intinya
menyatakan, kepala daerah yang telah membatalkan mutasi dan mengembalikan
jabatan sebagaimana sebelumnya dinilai tidak melanggar Pasal 71. Bagi
Hendriyanus, munculnya poin enam tersebut menjadi bukti Bawaslu telah tidak
profesional.
Dalam jawabannya, Pimpinan
Bawaslu Nelson Simanjuntak menyebut, Surat Edaran Bawaslu itu dihasilkan
melalui rapat pleno. Tidak ada yang salah kalau yang menandatangani surat
tersebut dirinya karena itu telah diatur dalam Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2015
tentang Tata Naskah Dinas Bawaslu. Jawaban Nelson juga diperkuat oleh Pimpinan
Bawaslu Endang Wihdatiningtyas yang hadir sebagai Pihak Terkait. Nelson pun
menegaskan, surat edaran itu diterbitkan bukan hanya karena adanya kasus di
Kupang.
“Itu respons atas
pertanyaan-pertanyaan dari daerah dan jawaban Bawaslu atas kasus-kasus yang
muncul dari Pasal 71,†terang Nelson.
Sidang perkara ini sebenarnya
tidak sendiri. Dalam waktu yang sama, DKPP juga menyidangkan perkara dengan
Teradu komisioner KPU Kota Kupang dan Panwas Kota Kupang. Perkara untuk KPU dan
Panwas Kota Kupang masih berkaitan dengan perkara di atas. Kurang lebih tiga
jam sidang berlangsung, Ketua Majelis Prof Jimly Asshiddiqie meminta sidang
untuk dijadwalkan lagi. Sidang selanjutnya diharapkan dapat menghadirkan para
pasangan calon Pemilukada Kota Kupang yang juga prinsipal dari perkara ini.
Majelis membuka kesempatan kepada para pihak untuk menghadirkan saksi-saksi dan
ahli yang diperlukan. (Arif Syarwani)