Parapat, DKPP
–
Jika melihat data perkara di DKPP,
pengaduan dari Provinsi Sumatera Utara menempati urutan kedua setelah Provinsi
Papua. Tahun 2012 DKPP menerima pengaduan sebanyak delapan perkara, tahun 2013 sebanyak 67 perkara dan tahun 2014 sebanyak
103 perkara. Sementara tahun 2015 ada tiga puluh sembilan perkara.
Laporan DKPP,
Juni 2012 hingga Agustus 2015, sebanyak 217 pengaduan yang masuk dari
kabupaten/kota dan Provinsi Sumut. Dari 217 pengaduan, sebagian besar atau
sebanyak 125 pengaduan dinilai tidak memenuhi syarat sehingga tidak layak
disidangkan. Sedangkan yang masuk sidang ada 42 pengaduan.
Hasil
putusan DKPP terhadap 42 perkara berbeda-beda. Sebanyak 103 Teradu dinilai
tidak terbukti melanggar kode etik, sehingga direhabilitasi nama baiknya.
Kepada yang terbukti, DKPP menjatuhkan sanksi berbeda pula. Yang dinilai
pelangggarannya tidak berat dijatuhi sanksi peringatan, sejumlah 37 orang.
Sedangkan yang dinilai berat, DKPP menjatuhkan DKPP menjatuhkan sanksi
pemberhentian tetap, sebanyak 18 orang.
Hal
tersebut terungkap dalam Focus Group Discussion (FGD) Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bersama penyelenggara Pemilu dari 23
kab/kota se-Sumut yang digelar di Hotel Niagara Parapat Kamis, (10/9)
Dalam pengantar FGD Anggota DKPP Prof. Anna Erliyana memaparkan lima modus
pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu di Provinsi Sumut. Kelima modus
pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu tersebut terdiri atas:
1. Destroying Neutrality, Impartiality, and Independent atau menghancurkan/menganggu/mempengaruhi netralitas,
imparsialitas dan kemandirian
2. Vote Manipulation, Mengurangi,
menambahkan, atau memindahkan perolehan suara dari satu peserta Pemilu ke
peserta Pemilu lainnya, perbuatan mana menguntungkan dan/atau merugikan peserta
Pemilu satu dengan lainnya.
3. The Fraud of Voting Day, kesalahan-kesalahan yang dilakukan penyelenggara Pemilu pada hari
pemungutan dan penghitungan suara.
4. Sloppy Work of Election Process, ketidakcermatan atau ketidaktepatan atau
ketidakteraturan atau kesalahan dalam proses Pemilu.
5. Abuse of Power, memanfaatkan
posisi jabatan dan pengaruh-pengaruhnya, baik atas dasar kekeluargaan,
kekerabatan, otoritas tradisional atau pekerjaan, untuk mempengaruhi pemilih
lain atau penyelenggara Pemilu demi mendapatkan keuntungan-keuntungan pribadi.The Fraud of Voting Day, kesalahan-kesalahan yang
dilakukan penyelenggara Pemilu pada hari pemungutan dan penghitungan suara.
“Sebelum
proses pilkada selesai DKPP tidak akan bersidang supaya tidak mengganggu proses
atau tahapan pilkada supaya penyelenggara Pemilu bisa bekerja dengan tenang,â€
Prof. Anna mengutip kata-kata Ketua DKPP Prof. Jimly. [Diah Widyawati]