Palangkaraya, DKPP – Data yang
dihimpun oleh Sekretariat DKPP pada tahun 2013 ada sebanyak 15
pengaduan/laporan terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara
Pemilu dan 11 pengaduan/laporan pada tahun 2014 untuk Provinsi Kalimantan
Tengah.
“DKPP yang merupakan quasi
judicial dalam lingkup kekuasaan kehakiman memiliki peran menegakkan kode
etik penyeleggara pemilu. Model persidangan kode etik yang bersifat terbuka ini sangat
efektif menimbulkan efek jera dan mengurangi
jumlah penyelenggara yang diadukan ke pengadilan umum maupun ke pengadilan
tipikor. Peserta pemilu puas dengan mengadukan ke DKPP atau dalam kasus lain
peserta pemilu menggadukan ke semua lembaga peradilan termasuk PTUN,†terang
Dr. Ihat Subihat, tenaga ahli DKPP.
“Sidang kode etik bersifat terbuka untuk umum ini dimaknai
bahwa seluruh institusi yang dibiayai oleh uang negara, maka
ada hak publik untuk mengetahui seluruh proses yang terjadi di institusi
tersebut,†dalam kasus tertentu sidang dapat digelar secara tertutup, lanjut dia
lagi.
Kemudian Ihat memaparkan 13 modus-modus pelanggaran kode
etik penyelenggara Pemilu terdiri atas:
1.
Vote Manipulation, Mengurangi,
menambahkan, atau memindahkan perolehan suara dari satu peserta Pemilu ke
peserta Pemilu lainnya, perbuatan mana menguntungkan dan/atau merugikan peserta
Pemilu satu dengan lainnya.
2.
Bribery of Officials, pemberian
sejumlah uang atau barang atau perjanjian khusus kepada penyelenggara Pemilu
dengan maksud memenuhi kepentingan pemberinya atau untuk menguntungkan dan/atau
merugikan pihak lain dalam kepersertaan suatu Pemilu (candicacy).
3.
Un-Equal Treatment, perlakuan
yang tidak sama atau berat sebelah kepada peserta Pemilu dan pemangku
kepentingan lain.
4.
Infringements of the right to vote, pelanggaran terhadap hak memilih warga negara dalam Pemilu.
5.
Vote and Duty Secrecy, secara
terbuka memberitahukan pilihan politiknya dan menanyakan pilihan politiknya
dalam Pemilu kepada orang atau pemilih lain.
6.
Abuse of Power, memanfaatkan
posisi jabatan dan pengaruh-pengaruhnya, baik atas dasar kekeluargaan,
kekerabatan, otoritas tradisional atau pekerjaan, untuk mempengaruhi pemilih
lain atau penyelenggara Pemilu demi mendapatkan keuntungan-keuntungan pribadi.
7.
Conflict of Interest, benturan
kepentingan.
8.
Sloppy Work of Election Process, ketidakcermatan atau ketidaktepatan atau
ketidakteraturan atau kesalahan dalam proses Pemilu.
9.
Intimidation and Violence, melakukan
tindakan kekerasan atau intimidasi secara fisik maupun mental.
10. Broken or Breaking of the Laws, melakukan tindakan atau terlibat dalam pelanggaran
hukum.
11. Absence of Effective Legal Remedies, kesalahan yang dapat ditoleransi secara manusiawi
sejauh tidak berakibat rusaknya integritas penyelenggaraan Pemilu, juga
hancurnya independensi dan kredibilitas penyelenggara Pemilu.
12. The Fraud of Voting Day, kesalahan-kesalahan yang
dilakukan penyelenggara Pemilu pada hari pemungutan dan penghitungan suara.
13. Destroying Neutrality, Impartiality, and Independent atau menghancurkan/menganggu/mempengaruhi netralitas, imparsialitas dan kemandirian
“Etika
memiliki
peran yang penting untuk mencegah segenap potensi praktik-praktik
penyimpangan dalam penyelenggaraan pemilu. Peran signifikan
dari DKPP dalam rangka penegakan kode etik penyelenggara pemilu, dapat menjadi
jawaban atas dinamika kehidupan yang berkembang sangat maju dalam berbangsa dan
bernegara di era yang modern,†pungkas dia.
Untuk diketahui penugasan Dr. Ihat Subihat menjadi
narasumber DKPP pada Bimtek KPU Kalteng kali ini akan menjadi penutup masa
pengabdian dia sebagai Tenaga Ahli DKPP. Selanjutnya dia akan mengemban amanah
baru sebagai Hakim Tindak Pidana Korupsi Tingkat Banding di Pengadilan Tinggi
Denpasar. [Diah Widyawati]