Jayapura, DKPP – Ketidakcermatan dalam penyusunan daftar pemilih kembali membawa
penyelenggara Pemilu pada sidang kode etik. KPU Kab. Nabire didalilkan tidak dengan
benar dan cermat melakukan analisa Daftar Penduduk Potensial Pemilih (DP-4)
sehingga data sinkronisasi DP-4 dan Daftar Pemilu terakhir tidak sinkron dengan
Data Agregat Kependudukan Per-kecamatan (DAP-2) dari Pemda Kab. Nabire.
Hal ini diungkap oleh Hendrik Andoi selaku Pengadu dalam sidang kode
etik yang dilaksanakan di Ruang Cendrawasih Mapolda Papua, Rabu (13/4) pukul
13.00 WIT. Teradu dalam perkara ini adalah Petrus Rumere, Nelius Agapa,
Octovianus Takimai, Agus Salim, dan Okotofin Fiora Karubuy yang merupakan Ketua
dan Anggota KPU Kab. Nabire.
“Ketidak sinkronan data yang digunakan KPU Nabire berakibat pada
data acuan untuk pengumpulan persyaratan pencalonan bagi calon perseorangan
menjadi tidak tepat,†jelas Hendrik.
Selain itu, menurut Hendrik, KPU Kab. Nabire diduga juga telah melakukan rekayasa dan manipulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT). Kecurigaan ini
didasarkan karena jumlah pemilih lebih besar daripada jumlah penduduk Kabupaten
Nabire. Lebih lanjut dijelaskan bahwa rekayasa dan manipulasi DPT tercermin
dari banyaknya pemilih yang kesulitan mengetahui nomor TPS untuk menyalurkan hak pilihnya pada
hari pencoblosan tanggal 9 Desember 2015. Hal ini terjadi karena KPU Kab.
Nabire diduga telah dengan sengaja mengacak daftar pemilih sehingga tempat
domisili dan letak TPS berbeda.
Dalil yang disampaikan oleh Pengadu, dibantah dengan tegas oleh para
Teradu. Menurut Oktovianus Takimai, tidak benar jika dalam penyusunan DPT telah
terjadi manipulasi dan rekayasa. Dijelaskan bahwa penyusunan Daftar pemilih
oleh KPU kab. Nabire dilakukan berdasarkan hasil analisa DP4 dan hasil
sinkronisasi pemilih Pemilu terakhir dengan menggunakan formulir model A-KWK
sesuai dengan informasi rinci tiap-tiap pemilih.
“Terjadinya perbedaan alamat pemilih dengan TPS karena nama pemilih
yang muncul disebuah TPS dimasukkan sesuai dengan kedekatan alamat pemilih pada
TPS terdekat,†ujar Oktovianus Takimai, Teradu III.
Ditambahkan oleh Teradu IV Oktovian Flora Kurubuy, bahwa informasi
mengenai DPT telah ditempel pada papan informasi. Sedangkan bagi pemilih yang
tidak menemukan namanya pada TPS setempat sampai dengan menjelang hari
pencoblosan, KPU Kab. Nabire telah membuka posko pengendalian data pemilih sejak
tanggal 6 – 8 Desember 2015 dan keberadaan posko ini telah disiarkan melalui RRI serta dimuat juga
pada Papua Pos. Langkah lain yang telah ditempuh KPU Kab. Nabire untuk menyosialisasikan DPT adalah melalui kepala suku
di tiap-tiap masyarakat yang ada di Kab. Nabire.
Penjelasan yang disampaikan oleh para Teradu di tolak oleh Pengadu.
Dalam hal ini Pengadu mempertanyakan tingkat kecermatan KPU Kab. Nabire.
“Kalau KPU merasa sudah cermat kenapa ada nama pemilih yang
jelas-jelas sudah wafat malah masih tercantum pada DPT dan bahkan ada perangkat
RT dan RW yang namanya justru tidak tercantum,†bantah Hendrik Andoi.
Pernyataan Pengadu ini diperkuat dengan keterangan salah satu saksi
yang dihadirkan dan merupakan perangkat RW di Kab. Nabire namun saksi tersebut
dan keluarganya justru tidak tercantum pada DPT. Selain itu saksi juga
menjelaskan bahwa dirinya tidak pernah melihat adanya informasi dari KPU Nabire
yang disampaikan melalui media informasi umum di Kota Nabire mengenai DPT dan
DPS.
Dalam penutupan sidang, Ketua Majelis Nur Hidayat Sardini
menjelaskan bahwa DPT memang telah menjadi salah satu pekerjaan rumah pada
pelaksanaan Pilkada serentak 2015. Sehingga sudah seharusnya menjadi fokus
perbaikan pada Pemilu berikutnya. Sidang dengan perkara No. 86/DKPP-PKE-V/2016, dipimpin oleh Nur Hidayat
Sardini selaku Ketua Majelis didampingi Majelis Pemeriksa Daerah yang terdiri
dari Hilda C.F Nahusona, Anugrah Pata, dan Sombuk Musa Yosep.(Prasetya Agung N.)