Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang kedua untuk perkara nomor 317-PKE-DKPP/X/2019, Jumat (17/1/2020). Ada sebanyak 11 penyelenggara Pemilu yang diadukan. Para Teradu adalah ketua dan anggota KPU Provinsi Kalimantan Barat yakni Ramdan, Erwin Irawan, Mujiyo dan Zainab serta ketua dan anggota KPU RI.
Pengadu perkara ini Hendri Makaluasc, Calon Legislatif (Caleg) DPRD Provinsi Kalbar untuk Daerah Pemilihan (Dapil) Kalbar 6. Dia mengadukan terkait perubahan perolehan suara yang diraih Hendri di 19 desa yang terdapat di Kecamatan Meliau, Kabupaten Sanggau. Hendri menduga perolehan suaranya telah masuk pada perolehan suara Caleg DPRD Provinsi Kalimantan Barat Partai Gerindra Nomor urut 7 Dapil Kalimantan Barat 6, Cok Hendri Ramapon.
Dalam sidang pertama yang digelar pada 13/11/2019, Pengadu telah mencabut pengaduannya. Namun demikian berdasar Pasal 21 Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2013 tentang Hukum Acara DKPP, DKPP tidak terikat dengan pencabutan perkara yang dilakukan oleh Pengadu. Berdasar uraian pokok aduan dan bukti Pengadu, DKPP bisa tetap memeriksa perkara ini. Ketentuan inilah yang menjadi dasar bagi DKPP untuk mengelar sidang kedua yakni agar semua pihak saling mengetahui sekaligus memberikan kesempatan kepada Teradu atau pihak Terkait untuk memberikan jawaban atau keterangan.
Hadir dari pihak Teradu, Arief Budiman ketua KPU dan Viryan serta Hasyim Asy’ari masing-masing sebagai anggota. Dalam jawabannya, Arief menjelaskan bahwa tindakan KPU RI sebagaimana tersebut pada adalah mendasarkan pada ketentuan pasal 473 sampai dengan pasal 475 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum jo. Pasal 10 ayat (1) huruf d UU Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2011, yang pada pokoknya disebutkan bahwa dalam hal terjadi perselisihan dalam perolehan suara, maka penyelesaiannya dilakukan di Mahkamah Konstitusi, di mana Putusan Mahkamah Kontitusi tersebut bersifat final dan mengikat. Dengan demikian perkara sengketa hasil suara merupakan rezim PHPU di Mahkamah Konstitusi.
“Dengan mendasarkan pada konstruksi peraturan perundang-undangan yang memberikan kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga tunggal untuk memeriksa dan memutus perkara PHPU, maka jelas bahwa segala hal yang berkaitan dan berdampak pada perolehan suara pada perkara yang masuk di Mahkamah konstitusi merupakan rezim PHPU yang merupakan kewenangan tunggal Mahkamah Konstitusi, sehingga tindakan Para Teradu menunggu Putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara a quo adalah benar,” jelas Arief.
Senada dengan Teradu KPU RI, KPU Provinsi Kalimantan Barat juga mengatakan bahwa mereka hanya melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi. “KPU Provinsi Kalimantan Barat wajib melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi dan bahwa sebelum pelaksanaan rapat pleno tindak lanjut pasca putusan Mahkamah Konstitusi, KPU Provinsi Kalimantan Barat sudah melakukan koordinasi kepada KPU Republik Indonesia terkait pelaksanaan amar putusan Mahkamah Konstitusi,” kata Ramdan.
Pihak Terkait yang hadir dalam sidang kedua ini adalah Bawaslu RI, Ratna Dewi Petalolo dan Rahmat Bagja, Bawaslu Provinsi Kalimantan Barat, Ruhermansyah. Bertindak selaku ketua majelis, Dr. Alfitra Salamm dengan anggota Prof. Teguh Prasetyo, Prof. Muhammad, dan Dr. Ida Budhiati. [Humas DKPP]