Yogya,
DKPP – Perubahan politik dan norma hukum yang dituangkan dalam
Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum telah merekonstruksi
struktur dalam pelaksanaan tugas Dewan kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)
dalam memberikan pelayanan terhadap para pencari keadilan terkait dugaan
pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.
Hal ini dipaparkan anggota
DKPP, Ida Budhiati saat menyampaikan materi pengantar di kelas B yakni
Peraturan No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara
Pemilu dihadapan peserta Kegiatan
Peningkatan Kapasitas Staff Sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota yang digelar di
Hotel Grand Mercure, Senin (23/10).
Menurut Ida pembuat
undang-undang merekonstruksi pelaksanaan tugas DKPP dalam memberikan pelayanan kepada
justice seeker karena beberapa alasan antara lain karena terbatasnya anggota
DKPP.
“Anggota DKPP hanya
berjumlah tujuh orang dan harus memberikan pelayanan ke seluruh Indonesia. Kalau
masyarakat atau yang lebih dekat misalnya di ujung Jawa Tengah atau Jawa Timur
harus mengadu ke DKPP yang kedudukannya di Jakarta, di Jalan Thamrin, mau
mencari keadilan kok jauh dan mahal. Bagaimana dengan masyarakat di ujung Papua,â€
tanya Ida.
“Dulu saat Undang-undang
No. 15 Tahun 2011 DKPP dibantu oleh Bawaslu provinsi, kenapa? karena Bawaslu sudah
dipermanenkan. Tapi setelah dievaluasi kok masih jauh. Nah di undang-undang
yang baru ini, jarak itu lebih didekatkan lagi yakni Panwas kab/kota diberi
tugas untuk menerima pengaduan khusus untuk penyelenggara pemilu di tingkat ad
hoc,†tambah Ida.
Selanjutnya Ida menjelaskan
bahwa dalam undang-undang pemilihan umum yang baru diberikan waktu satu tahun
bagi Panwaslu kab/kota untuk menyiapkan sekretariat mereka sebelum menjadi
Bawaslu kab/kota yang permanen.
“Panwaslu yang sekarang ini
adalah embrio bagi Bawaslu kab/kota yang permanen. Itulah kenapa yang lahir
lebih dahulu adalah sekretariatnya. Hal ini untuk menjaga kesinambungan dan itu
juga yang menjadi alasan kenapa DKPP mengundang kalian staf sekretariat
kab/kota,†jelas Ida.
“Ada tujuan yang hendak dicapai
oleh pembentuk undang-undang (DPR-red) terkait DKPP dibantu oleh Bawaslu
kab/kota. Mengapa harus Panwas dan bukan KPU? Karena Panwas menjalankan fungsi
pengawasan. Jika ada problem terkait
lapuran dugaan pelanggaran kode etik , Panwas bisa langsung meneruskan kaporan
tersebut ke DKPP itu logik hukum dari pembentuk undang-undang,†pungkasnya.
Staf penerimaan pengaduan
di Bawaslu kabupaten/kota harus memahami undang-undang pemilu yang baru,
Peraturan kode etik dan pedoman beracara DKPP dan SOP Pengaduan. Pemilu yang
berintegritas hanya dapat terwujud melalui integritas proses, integritas
penyelenggara dan integritas hasil. [Diah Widyawati_3]