Jakarta, DKPP- Empat komisioner KPU
Kabupaten Halmahera Selatan (nonaktif) yaitu Syukur M Saleh (ketua) serta Sarni
La Etje, Fahris H Madan, dan Alfian Hasan (anggota), hari ini Kamis (28/1),
menyampaikan pokok pengaduannya terhadap ketua dan anggota KPU Maluku Utara
(Malut) di hadapan sidang etik DKPP. Salah satu pokok pengaduannya adalah soal
penonaktifan mereka oleh KPU Malut.
Penonaktifan tersebut didasarkan pada surat keputusan KPU
Malut Nomor 25/Kpts/KPU Prov-029/Tahun 2015 pada 20 Desember 2015. Menurut
Pengadu, hal itu merupakan tindakan sewenang-wenang karena tidak ada situasi
mendesak yang dapat dijadikan alasan. Dengan penonaktifan lima komisioner KPU
Halmahera Selatan, semua tahapan Pemilukada kemudian diambil alih oleh KPU
Malut.
“Yang menjadi masalah lagi, SK tidak menyebutkan batas
waktu sampai kapan kami dinonaktifkan. Menurut kami KPU Provinsi telah
melanggar asas proporsionalitas, kepastian hukum, dan kemandirian,†terang
Syukur.
Dalam jawabannya, Ketua KPU Malut Syahrani Somadoya
menjelaskan bahwa SK KPU Provinsi
tersebut bukan semata-mata keputusannya. Menurutnya, SK itu dikeluarkan
sebagai bentuk tindak lanjut setelah ada rekomendasi dari Bawaslu Provinsi
Malut. Syahrani mengakui, pelaksanaan Pemilukada Bupati dan Wakil Bupati di
Halmahera Selatan memang ada masalah. Salah satu penyebab masalah dinilai dari penyelenggara
Pemilunya. Untuk itu, KPU dan Bawaslu Malut memberikan perhatian khusus
terhadap Halmahera Selatan
“Soal ketidakpuasan atas SK, yang pasti tindakan kami
semata-mata untuk menegakkan keadilan dan kebenaran di Halmahera Selatan,â€
ungkap Syahrani.
Permasalahan di Halmahera Selatan, kata Syahrani, sudah
terlihat saat mulai mengunggah C1 ke website KPU. Halmahera Selatan menjadi
kabupaten paling lama dalam proses pengunggahan itu. Alasannya, selalu soal
kesulitan akses internet. KPU Malut pernah meminta agar proses apload dilakukan
di provinsi. Akan tetapi tidak berapa lama, setelah adanya permintaan dari KPU
Provinsi, KPU Halmahera Selatan kemudian mengunggah sendiri C1 ke website.
Persoalan tak kalah pelik adalah hilangnya 20 kotak suara
di Kecamatan Bacan. Menurut Syahrani, 20 kotak yang hilang itu baru diketahui
saat dilakukan penghitungan ulang untuk kecamatan tersebut. Di Kecamatan Bacan
memang telah terjadi banyak kejanggalan. Hasil suara antara saat rekapitulasi
tingkat PPK dengan rekapitulasi di kabupaten berbeda. Ditemukan juga, DA 1 dari
Kecamatan Bacan yang merupakan formulir rekapitulasi di kecamatan tersebut
ternyata belum dijumlahkan hasilnya.
“Tetapi anehnya para saksi paslon telah memiliki hasilnya.
Ini dari mana? Untuk Bacan, pembacaan rekapitulasi juga terkesan buru-buru.
Selesai dibaca langsung diketok palu oleh ketua sidang yang merupakan Anggota
KPU Halmahera, tanpa memberikan kesempatan kepada saksi untuk menyampaikan
keberatannya,†kata Syahrani.
Ada tiga pengadu yang mengadukan KPU Malut ini. Selain
soal perkara yang diadukan oleh empat komisioner KPU Halmahera Selatan
(nonaktif), dari Halmahera Selatan ada satu lagi pengaduan, serta satu
pengaduan dari Kabupaten Taliabu. Sidang dilaksanakan di Ruang Sidang DKPP,
Jakarta. Majelis dipimpin oleh Prof Jimly Asshiddiqie dengan Anggota Majelis
Nur Hidayat Sardini, Valina Singka Subekti, Prof Anna Erliyana, Saut Hamonangan
Sirait, dan Ida Budhiati. (Arif Syarwani)