Jakarta, DKPP – Meskipun pernah diperiksa dan direhabilitasi nama baiknya tahun
lalu oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Ketua
dan Anggota KPU Bulukumba, Sulawesi Selatan, yakni Azikin Pateduri, Awaluddin,
Ambar Rusnita, Rachmawati, dan Hasanuddin Salasa, Jumat (19/2), kembali diperiksa
DKPP. Kali ini mereka diadukan oleh Nawawi Burhan, calon Wakil Bupati Bulukumba
atas tuduhan adanya pemilih di bawah
umur, NIK rekayasa, pemilih ganda, dan sebagainya
Dalam sidang,
Pengadu mendalilkan bahwa para Teradu menginstruksikan kepada PPK, PPS, dan
KPPS agar dalam penyusunan DPS tidak mengacu pada DP4, tetapi pada DPT Pemilu
terakhir.
“Akibatnya banyak
timbul masalah antara lain adanya pemilih di bawah umur, NIK rekayasa, pemilih ganda, dan sebagainya,â€
jelas Pengadu.
Selain itu, Pengadu
juga mendalilkan bahwa para Teradu memerintahkan agar formulir model C6-KWK
didistribusikan pada H-3 Pemungutan Suara, dan pada malam hari pemungutan suara
masih ada laporan dari beberapa Kecamatan yang belum terdistribusi formulir
model C6-KWKnya.
Menanggapi dalil
Pengadu, Rachmawati sebagai Teradu menyangkal dalil tersebut tidak benar,
dengan alasan bahwa para Teradu menjalankan tugas dan
wewenang pada semua tahapan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bulukumba Tahun
2015, berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan,
termasuk dalam proses penetapan daftar pemilih, mulai dari menerima DP4 dari
pemerintah sampai pada penetapan DPT.
“Bahwa pada
faktanya, sinkronisasi data pemilih dilakukan oleh Teradu mulai dari
diterimanya DP4 dari Mendagri sampai pada penetapan DPT dengan menggunakan
Sistem Informasi Data Pemilh (SIDALIH) untuk mendukung kerja penyelenggara Pemilihan
dalam menyusun, mengkoordinasikan, mengumumkan, dan memelihara data pemilih
serta melayani pemilih melakukan pemeriksaan data pemilih,†terang Rachmawati.
Terkait distribusi formulir model C6-KWK, Rachmawati
menyangkal bahwa hal itu tidak benar. Kemudian dia menjelaskan faktanya, pada
tanggal 2-3 Desember 2015 Formulir Model C6 KWK distribusikan dari KPU ke PPK,
tanggal 3-4 Desember 2015 didistribusikan dari PPK ke PPS, tanggal 4-5 Desember
2015 didistribusikan dari PPS ke KPPS. Kemudian penyampaian pemberitahuan
kepada pemilih untuk memlih di TPS pada tanggal 6-8 Desember 2015. Hal tersebut
sudah sesuai dengan PKPU Nomor 2 Tahun 2015.
“Fomulir Model C6-KWK yang
tidak terdistribusi bukan karena sengaja atau tanpa alasan, tapi karena saat
KPPS mendistribusikan kepada pemilih yang tertera namanya di formulir tersebut,
ditemukan fakta bahwa pemilih yang bersangkutan tidak dapat ditemui karena
pergi atau tidak berada ditempat namun akan kembali sebelum pemungutan suara,
maka formulir tersebut dapat diterima oleh keluarganya dan dibuktikan dengan
adanya tanda terima,†jelas Teradu
“Akan tetapi lain halnya bila pemilih tidak dapat ditemui karena
meninggal, berubah status dari sipil menjadi TNI/POLRI, alamatnya tidak dapat
ditemukan, pemilih pindah domisili, bekerja diluar negeri atau keluar dari Kabupaten
Bulukumba, tidak cukup umur, formulir itu tidak dapat didistribusikan itu dapat
dilihat pada Lembar Kontrol Distribusi Formulir tersebut yang diisi oleh KPPS
pada saat melakukan pendistribusian formulir†lanjut Teradu
Menurut Teradu, salah satu upaya untuk mengantisipasi adanya Formulir Model C6-KWK
karena alasan tersebut, tetapi nyatanya pada hari pemungutan suara yang bersangkutan ada dan mau
menggunakan hak pilihnya, maka Teradu mengeluarkan Petunjuk Teknis tentang
pemungutan dan penghitungan suara yang diatur oleh SK Nomor: 41.a/Ktps/Pilbup/KPU-Kab.025.433243/2015.
Sidang ini akan dilanjutkan dengan sidang kedua dengan menghadirkan saksi-saksi untuk menggali lebih dalam pemeriksaan dugaan pelanggaran
kode etik penyelenggara Pemilu.
Karena alasan
teknis ketua majelis Valina Singka meminta Koordinator Tim Pemeriksa Daerah Prof. Anwar Borahima untuk melanjutkan.
Sidang dipimpin oleh Prof. Anwar didampingi Tim Pemeriksa Daerah Provinsi
Sulsel yakni Prof. Laode Husen Biku dari unsur masyarakat, Faisal Amir dari
unsur KPU, dan L. Arumahi dari unsur Bawaslu. Sidang ini menggunakan fasilitas
video conference di Mabes Polri Jakarta. (Sandhi Setiawan)