Jakarta, DKPP-Hari ini, Kamis (30/11) Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu penuhi undangan Rapat Degar Pendapat dari Komisi II DPR RI. Rapat yang beragendakan evaluasi persiapan dan kesiapan dalam menghadapi Pilkada serentak 2018 dan Pilpres 2019 tersebut juga mengundang instansi terkait lainnya yakni Kemendagri, KemenpanRB, Polri, Kejagung, TNI, KPU dan Bawaslu.
Dalam kesempatan tersebut Harjono selaku ketua DKPP menyampaikan pemaparan terkait kesiapan DKPP menghadapi Pilkada serentak 2018 dan Pilpres 2019. Harjono menegaskan bahwa DKPP berbeda dengan KPU dan Bawaslu karena DKPP merupakan kuasi peradilan, jadi sifatnya pasif.
DKPP berbeda dengan dua lembaga sebelumnya yakni KPU dan Bawaslu. DKPP bisa dikatakan sebagai kuasi peradilan yang bersifat pasif. Artinya tidak dapat merencakan berapa kasus nanti yang akan datang dan tidak bisa menolak, dengan hanya beberapa kasus saja yang diterima. Oleh karena itu tergantung pada seberapa banyak nanti yang akan masuk. Karena itu, proyeksi-proyeksi tidak bisa dilakukan, tutur Harjono.
Lebih lanjut, Harjono memaparkan kinerja yang telah dilakukan DKPP, khususnya semenjak dirinya bersama dengan anggotanya dilantik tertanggal 12 Juni 2017. Berdasarkan data sekretariat DKPP, mulai 12 Juni 2017 hingga November 2017 sebanyak 80 pengaduan telah diterima DKPP. Dari 80 pengaduan, sebanyak 27 aduan dinyatakan laik sidang. 18 diantaranya telah diputus.
Ada 80 aduan sejak kami dilatik. Dari 80 itu sebanyak 27 aduan telah diputus. Hasilnya bervariasi sesuai dengan tingkat kesalahan yakni 3 orang diberhentikan tetap. Peringatan keras 9 orang, peringatan 5 orang dan rehabilitasi sebanyak 35 orang, jelasnya.
Harjono juga menjelaskan bahwa bagaimana DKPP menjalankan fungsinya, maka sebetulnya adalah rutin. Artinya, DKPP tidak hanya melakukan tugas saat ada pilkada atau pilpres. Namun juga di luar masa pemilihan, DKPP tetap menerima pengaduan. Sehingga, menurutnya bukan bagaimana persiapan menghadapi Pilkada serentak 2018 dan Pilpres 2019. Namun, bagaimana DKPP menghadapi tugas-tugas rutinnya.
“Kami memprediksi jumlah perkara yang masuk ke DKPP akan meningkat baik itu saat pilkada maupun pilpres. Oleh karena itu, persiapan-persiapan di internal sudah kami lakukan. Peningkatan kapasitas sudah kami lakukan. Selain itu, juga mensosialisasikan kode etik dan pedoman beracara di DKPP. Dua aturan ini adalah aturan yang sangat penting. Sehingga kami lakukan sosialisasi.
Sosialisasi yang sudah dilakukan yakni di Jatim dan Palembang. Selain melakukan kegiatan sosialisasi sendiri kami juga seringkali diundang dalam kegiatan KPU dan Bawaslu. Bahkan di daerah juga seringkali berinisiatif untuk mengundang kami,†jelas Harjono.
Dalam kesempatan tersebut, ketua DKPP juga menjelaskan terkait anggaran. Dia menjelaskan bahwa selama ini anggaran DKPP masih menempel dengan Bawaslu. Sehingga, menurutnya DKPP tidak bisa menentukan anggaran sendiri. Selain itu juga, anggaran DKPP justru turun pada tahun anggaran 2018. Hal tersebut disayangkannya mengingat akan terselenggaranya dua momen besar yakni pilkada serentak 2018 dan pilpres 2019.
Terhadap tantangan yang dihadapi DKPP tersebut, komisi II DPR RI dalam kesimpulan rapat meminta kepada Sekjen Bawaslu untuk dapat memenuhi kebutuhan anggaran DKPP.
“Untuk anggaran DKPP kita masukkan ke dalam kesimpulan nomor enam. Terhadap anggaran yang sudah tersedia maka perintah ini mengarah kepada Sekjen Bawaslu supaya mengalokasikan anggaran yang cukup kepada DKPP dari anggaran yang tersedia di Bawaslu. Mudah-mudahn Bawaslu dan Sekjen Bawaslu bisa menyelesaikan ini sebaik-baiknya,†tutur Fandi Utomo.
RDP tersebut juga dihadiri anggota DKPP yakni Prof Teguh Prasetyo, Ida Budhiati dan Alfitra Salamm juga Ratna Dewi Pettalolo ex officio anggota Bawaslu RI. (Foto dan Berita: Irmawanti)