Malang, DKPP –
Penyelenggara Pemilu sudah bekerja dengan benar, bekerja keras untuk melayani
peserta Pemilu, akan tetapi masih tetap saja dilaporkan ke DKPP. “Apakah
indikator DKPP dalam menerima laporan pengaduan dan bagaimana memprosesnya?â€
pertanyaan tersebut muncul dalam acara pembukaan Focus Gruop Discussion
(FGD) dengan tema Mewujudkan Pilkada Serentak yang Berintegritas di
Provinsi Jawa Timur di Malang, Rabu (7/10).
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilu (DKPP) Prof. Jimly Asshiddiqie menyarankan kepada seluruh peserta Pemilu
tidak perlu takut apabila ada pihak yang mengadukan ke DKPP. Pada prinsipnya,
DKPP tidak bisa menolak setiap pengaduan namun tidak boleh juga mendorong orang
untuk melakukan pengaduan. Pihaknya ingin membangun budaya pelaporan secara
resmi.
“Setiap ada pengaduan, tolong
jangan dipahami sebagai sesuatu yang aib. Jangan kemudian melobi-lobi anggota
DKPP agar masalahnya bisa selesai. Ikutilah prosedurnya. Bila memang sidang,
ikuti persidangan. Biarlah kebenaran itu berbicara sendiri. Tak perlu
lobi-lobi,†katanya.
Hal serupa juga disampaikan oleh Saut H
Sirait. Dia menambahkan, fungsi lembaganya sebagai clearing house.
DKPP berwenang dalam memutuskan seseorang melanggar kode etik atau tidak. “Kita
kadang capek juga harus menjawab tuduhan-tuduhan yang muncul di media. Nah,
dengan di DKPP ini sebagai memudahkan. Kita membersihkan penyelenggara Pemilu
yang memang tidak melanggar kode etik,†katanya.
Bahkan, lanjutnya, dia mengusulkan agar
seorang penyelenggara Pemilu itu bisa mengadukan dirinya sendiri ketika muncul
tuduhan-tuduhan minor terhadapnya. “Seorang penyelenggara Pemilu mengadukan
dirinya sendiri, why not?,†katanya.
Bila orang tersebut, sambung dia, merasa
tidak bersalah sebagaimana dituduhkan oleh para pihak, tidak ada salahnya
dirinya mengadukan ke DKPP. DKPP akan memeriksa. “Bila memang tidak bersalah,
kita rehabilitasi. Kita bebaskan semua tuduhan. Dan penyelenggara Pmeilu tidak perlu
capek-capek menjawab di media,†jelas dia.
Tapi seorang penyeelnggara Pemilu
mengadukan dirinya sendiri belum diatur dalam Pedoman Beracara dan Peraturan
Bersama. “Mungkin ke depan, kita akan bahas,†tutupnya. [Teten Jamaludin]