Sumedang, DKPP – Pengawasan administratif dan hukum dinilai tidak cukup bagi penyelenggara Pemilu. Salah satunya disebabkan tugas, fungsi, serta kewenangan yang sangat besar dan luas dari penyelenggara Pemilu.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito dalam Seminar Nasioal Dies Natalis ke-67 Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Tahun 2023 di Kampus IPDN Jatinangor, Sumedang, pada Selasa (14/3/2023).
“Penyelenggara Pemilu itu diberi kewenangan yang luar biasa besar dan luas, sehingga pengawasan administratif dan hukum saja tidak cukup. Sehingga DKPP dibentuk untuk mengawasi penyelenggara dari segi etik,” ungkap Heddy Lugito.
Sebagai contoh penyelenggara memiliki wewenangan menghitung sekaligus mengamankan suara yang diberikan masyarakat melalui Pemilu. Penyelenggara juga memiliki tugas menjaga kemurnian suara masyarakat.
“Tugas penyelenggara juga mengawal dan memastikan suara masyarakat tidak terjadi penyimpangan sedikit pun, sehingga hasil pemilu itu murni dari suara masyarakat bukan rekayasa,” sambungnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, DKPP adalah lembaga yang bersifat pasif.
Lembaga etik kepemiluan pertama di dunia ini akan menggunakan kewenangannya, termasuk memanggil, memeriksa, dan memutuskan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh penyelenggara setelah menerima laporan atau aduan dari masyarakat.
“DKPP ini memastikan penyelenggara pemilu bekerja dengan etika seperti yang diatur oleh undang-undang. Oleh karenanya pengawasan administratif maupun hukum saja tidak cukup bagi penyelenggara,” tegasnya.
Terkait pelaksanaan Pemilu serentak tahun 2024, menurutnya, ada lima syarat agar Pemilu berjalan dengan demokratis. Pertama adalah regulasi yang jelas, kedua penyelenggara yang berintegritas, kredibel, dan bermartabat, syarat ketiga adalah peserta yang taat aturan.
“Syarat selanjutnya adalah pemilih yang cerdas dan partisipatif, dan terakhir syarat sebuah pemilu berintegritas yaitu birokrasi yang netral,” pungkasnya. [Humas DKPP]