Jakarta, DKPP – Ketua DKPP, Dr. Harjono mengungkapkan bahwa jumlah penyelenggara pemilu yang diduga melanggar kode etik terkait prinsip profesional adalah yang tertinggi berdasarkan kategori pelanggaran terhadap amar Putusan DKPP per 16 Oktober 2019, yakni sebanyak 117 pelanggaran. Dari jumlah tersebut, dalam amar putusan DKPP sebanyak 3 (tiga) penyelenggara pemilu terbukti melanggar kode etik dan dijatuhi sanksi berupa pemberhentian tetap.
Hal ini disampaikan Harjono saat memberikan keterangan dalam sidang uji materi Perkara Nomor 37/PUU-XVll/2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (29/10/2019). Ini adalah kali kedua DKPP memberikan keterangan, sebelumnya DKPP telah memberikan keterangan pada Kamis (17/10/2019).
Ia mengungkapkan bahwa pada tahun 2019, DKPP telah memutus sebanyak 166 perkara pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu dengan jumlah amar putusan sebanyak 303 amar pada tiap kategori pelanggaran.
“Inilah satu mekanisme yang sudah dijatuhkan oleh DKPP, bahwa seseorang dijatuhi sanksi profesionalitas tidak harus diberhentikan tetap, bisa (misalnya) diubah untuk tidak menjadi ketua lagi,” jelas Harjono.
“Mungkin hal tersebut dapat menjadi perhatian KPU dan Bawaslu, petugas-petugasnya di daerah itu sering kali di dalam melaksanakan tugas profesionalitasnya sangat memprihatinkan,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, Harjono diundang secara khusus oleh MK untuk memberi keterangan dalam sidang uji materi UU Pemilu terhadap UUD 1945 untuk Perkara Nomor 37/PUU-XVll/2019. Perkara yang dimohonkan oleh Arjuna Pemantau Pemilu, Pena Pemantau Pemilu, Mar’atul Mukminah, dkk., ini mengujikan Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu terhadap UUD 1945.
Selain Harjono, hadir Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar serta Anggota KPU, Hasyim Asy’ari, yang juga didengar keterangannya dalam sidang ini. [Humas DKPP]