Manado, DKPP – Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Dr. Harjono menjelaskan tentang tahapan perjuangan bangsa Indonesia, mulai dari peristiwa Kebangkitan Nasional Tahun 1908, Sumpah Pemuda tahun 1928, Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan lahirnya BPUPKI tanggal 18 Agustus 1945. Tahapan sejarah itu sebagai penentuan bahwa bentuk negara kita adalah negara republik bukan Kerajaan. Rakyat diberikan kesempatan untuk menyatakan kedaulatannya karena praktek kedaulatan rakyat adalah wujud dari demokrasi.
Hal itu diungkapkan Harjono ketika menjadi narasumber dalam kegiatan Rapat Koordinasi Bersama Pemangku Kepentingan (Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat) dalam Rangka Persiapan Pengawasan Pemilihan Gubernur Sulawesi Utara Tahun 2019 yang diselenggarakan oleh Bawaslu Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), di Hotel Aryaduta Manado, Kota Manado, pada Kamis (19/12/2019), pukul 20.00 WITA.
Harjono menjelaskan bahwa demokrasi rakyat yang berdaulat itu tidak bisa secara langsung. Menurutnya, ada dua cara, yakni melalui referendum atau melalui perwakilan. Oleh karena itu dilaksnakan pemihan umum (Pemilu). Setelah amandemen UUD 1945, pemilu jelas diatur sebagai bentuk kedaulatan rakyat. Berbeda dengan sebelum amandemen, “Tidak ada satu katapun tentang pemilu,” jelasnya
Mantan Hakim Konstitusi ini menjelaskan bahwa, pemilu itu mahal, tetapi di balik mahalnya pemilu itu merealisasikan kedaulatan rakyat. “Pemilu adalah manifestasi kedaulatan rakyat dengan cara one man one vote,” jelasnya.
Menurutnya, pemilu pada zaman Orde Baru diadakan oleh Kementrian Dalam Negeri. Perubahan UUD 1945, pemilu diseleggarakan oleh Komisi Pemilihan umum. Lalu berkembang dengan dibentuknya Bawaslu dan DKPP sebagai satu kesatuan fungsi dalam penyelenggaraan pemilu yang mandiri dan independen. Karena pemilu adalah pilihan terbaik dalam demokrasi, “Harus kita isi dengan jujur dan adil untuk menjaga persatuan,” tutupnya. [Humas DKPP]