Jakarta, DKPP- Ketua DKPP Prof. Jimly
Asshiddiqie, Selasa (20/1), memberikan masukan kepada Komisi II DPR RI terkait pembahasan RUU tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati dan Walikota dan Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah.
Dalam
masukannya, Ketua DKPP menjelaskan bahwa terdapat beberapa yang mengganggu
pelaksanaan Pilkada, diantaranya soal
jadwal Pilkada, serta adanya tahapan
yang sangat tidak efisien. Hal tersebut dianggap kontra produktif dengan
prinsip efisiensi pelaksanaan Pilkada.
“Misalnya
uji publik yang sampai lima bulan, kan bisa dipersingkat menjadi satu bulan
saja, itu hal – hal yang bisa diperbaiki menyangkut teknis,†kata Jimly.
Lebih
lanjut, Jimly juga menjelaskan bahwa ada hal yang sangat serius dalam materi Perppu
terkait Putusan MK yang mengembalikan kewenangan perselisihan hasil Pilkada
bukan lagi menjadi kewenangan MK.
“Ini
sangat serius berkaitan dengan hakikat Pilkada itu sebagai Pemilu atau bukan. Kalau
Pemilu, maka penyelenggaranya adalah KPU dan perselisihan hasilnya di MK, namun
jika didefinisikan bukan Pemilu, benar perselisihan hasilnya bukan lagi di MK.
Tapi yang jadi masalah penyelenggaranya bukan lagi KPU, karena UUD sudah
mendesain penyelenggara Pemilu itu KPU, inilah yang tidak konsisten di Perppu,â€
tambahnya.
Diakhir paparannya, Ketua DKPP menyampaikan agar putusan MK harus dibaca
kembali. Dan dibacanya sebagai satu kesatuan dengan putusan MK sebelumnya yakni
putusan tahun 2005, yang menegaskan
bahwa Pilkada akan ditentukan sebagai Pemilu atau bukan, merupakan kebebasan
pembentuk UU. Dalam hal ini pembentuk UU ialah
Pemerintah bersama DPR.
Menurut
Jimly, yang terpenting ialah konsistensi dan konsekuensi dari pilihan. Jika
dikatakan bukan Pemilu maka penyelenggaranya juga tidak boleh KPU, namun jika
ditetapkan sebagai Pemilu, maka KPU menyelenggarakan dan perselisihan hasilnya
tetap harus MK. “Pembentuk UU punya kewenangan untuk mengatur hal itu,†tutup
Jimly. (Susi Dian Rahayu)
Editor: Dio