Batam, DKPP- Pada
Selasa (26/5/2015), Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) menggelar sarasehan
dengan tema “Batam
Menuju Daerah Khusus Investasi Internasionalâ€. Acara diadakan di Kantor BP
Batam, Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri). BP Batam mengundang Ketua Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Prof Jimly Asshiddiqie sebagai
narasumber tunggal.
Dalam ceramahnya, Prof Jimly memaparkan panjang
lebar tentang Batam, mulai dari sejarah sampai masa depan Batam. Menurutnya,
dahulu Batam adalah daerah kosong. Di masa Orde Lama, pulau ini menjadi penting
sejak konfrontasi dengan Malaysia. Kemudian, di masa Orde Baru, Presiden
Soeharto melihatnya dalam perspektif ekonomi jangka panjang.
“Batam
sebagai geoekonomi. Pertama yg ditugaskan Dirut Pertamina Ibnu Soetowo, maka Batam
menjadi penting dalam pengelolaan migas,†beber Jimly.
Di depan Kepala BP Batam Musthofa Widjaya dan
karyawan BP Batam, Prof Jimly mengakui bahwa perubahan pengelolaan Batam dari
Badan Otorita ke Badan Pengusahaan memang ada plus minusnya. Akan tetapi, dia
opitmistis, Batam adalah kawasan yang memiliki potensi besar di bidang
ekonomi.
“Sekarang
yang terpenting adalah bagaimana melihat Batam bukan hanya sebagai pulau, tapi
sebagai ide. Ini kaitannya dengan ekonomi kawasan, tentang kedekatannya dengan
negara tetangga. Ke depan Batam harus bisa menjadi front office ekonomi kawasan, menjadi economic door,†tutur Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas
Indonesia ini.
Untuk mewujudkan itu, kata dia, yang pertama
dilakukan adalah dengan penataan kelembagaan. Dimulai dengan melihat Batam atau
lebih luas Kepri sebagai daerah istimewa. Bagi Jimly, jika melihat potensi yang
ada di Batam, daerah ini memenuhi syarat untuk dijadikan daerah istimewa, dalam
konteks pengelolaan ekonomi.
Jimly melihat, selama ini, hampir semua pembentukan
daerah istimewa pertimbangannya bersifat politis. Aceh dan Papua karena perang.
Ke depan, terang dia, pertimbangannya harus rasional-positif, misalnya ekonomi.
“Masa
harus perang dulu baru diberi keistimewaan. Menurut saya, kalau ide ini
dianggap rasional pertama dibentuk kelompok kajian. Terpenting idenya dulu.
Kalau idenya diterima, baru proses politik,†saran Prof Jimly yang langsung
disambut tepuk tangan oleh peserta sarasehan. (Arif Syarwani)
Editor: Dio