Tabanan, DKPP – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengingatkan bahwa penyelenggara Pemilu harus mengetahui dan menyadari batasan-batasan yang harus ditaati.
Kepada sekitar 60 jajaran Bawaslu Kabupaten/Kota se-Provinsi Bali, pria yang akrab disapa Raka Sandi ini menyatakan profesi penyelenggara Pemilu memiliki konsekuensi berupa batasan-batasan tertentu yang mungkin tidak disadari sebelumnya.
“Itu harus kita sadari, karena Bapak Ibu yang melamar (menjadi penyelenggara Pemilu, red.). Jadi konsekuensinya ada kewajiban yang harus dilakukan,” katanya dalam Rapat Koordinasi Kelembagaan dalam rangka Mensukseskan Pemilu serentak Tahun 2024 di Kabupaten Tabanan, Bali, Minggu (17/9/2023).
Pernyataan tersebut disampaikannya ketika menjawab pertanyaan dari salah satu peserta. Kepada Raka Sandi, peserta tersebut mengungkapkan bahwa dirinya memiliki sebuah perusahaan keluarga berbadan hukum yang telah dijalankan turun temurun.
“Apa ini dapat diadukan ke DKPP? Lalu apa yang harus saya lakukan?” kata peserta tersebut.
Menurut Raka Sandi, salah satu batasan yang melekat pada penyelenggara Pemilu adalah larangan rangkap jabatan. Dengan kata lain penyelenggara Pemilu wajib bekerja penuh waktu. Artinya, seorang penyelenggara Pemilu dilarang bekerja pada profesi lain. Larangan rangkap jabatan bagi penyelenggara Pemilu sendiri diatur dalam Pasal 21 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu) bagi jajaran KPU dan Pasal 117 ayat (1) UU Pemilu bagi jajaran Bawaslu.
Persoalan rangkap jabatan, menurut Raka Sandi, memang kerap diadukan ke DKPP. Ia pun mengimbau agar jajaran Bawaslu di Provinsi Bali fokus menunaikan tugas, kewajiban, dan fungsinya sebagai pengawas Pemilu.
“Menjadi penyelenggara pemilu memang luar biasa berat tantangannya sehingga kita dituntut untuk fokus,” tegas Raka Sandi.
Ia menambahkan, saat ini pelaksanaan Pemilu adalah agenda terpenting bagi bangsa Indonesia. Sebab, melalui Pemilu akan lahir pemimpin-pemimpin yang akan menjalankan program-program untuk kemajuan bangsa Indonesia.
Program-program yang dimaksud adalah program atau agenda pembangunan dalam semua sektor, seperti kesehatan, pendidikan, dll.
“Anda (penyelenggara Pemilu, red.) mungkin akan dicatat dalam sejarah karena Pemilu yang diselenggarakan akan menghasilkan pemimpin yang dipilih rakyatnya dan berhasil dalam pembangunannya,” terangnya.
Kegiatan ini sendiri diikuti oleh 60 orang jajaran Bawaslu Kabupaten/Kota yang berasal dari sembilan Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Bali. Selain itu, terdapat pula Ketua dan seluruh Anggota Bawaslu Provinsi Bali.
60 peserta sangat antusias mendengarkan pemaparan Raka Sandi. Sebagian besar dari mereka memanfaatkan momentum ini untuk menggali lebih dalam terkait Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP).
Anggota Bawaslu Kabupaten Buleleng Gede Ganesha misalnya. Ia bertanya kepada Raka Sandi terkait aktivitas penyelenggara Pemilu di media sosial.
“Saya dulu aktif dalam mengkampanyekan lingkungan hidup di media sosiaI. Apakah masih boleh saya lakukan?” tanya Gede Ganesha.
Raka Sandi pun menjawab bahwa penyelenggara Pemilu juga harus berhati-hati dalam berucap dan bertindak, termasuk dalam kehidupan maya. Menurutnya, tidak sedikit penyelenggara Pemilu yang diadukan ke DKPP lantaran aktifitasnya di media sosial.
Aktifitas media sosial disebut Raka Sandi merupakan rekam jejak digital semua orang, termasuk penyelenggara Pemilu. Sehingga ia pun berpesan kepada Gede Ganesha agar lebih berhati-hati dalam berekspresi dalam media sosial saat sudah menjadi penyelenggara Pemilu.
Selain itu, ia juga mengatakan bahwa tidak tertutup kemungkinan bahwa status atau ekspresi di media sosial sebelum menjadi penyelenggara Pemilu menjadi obyek aduan ke DKPP.
“Jadi silahkan dinilai, status-status anda di media sosial kira-kira berpotensi bertentangan dengan etika atau tidak. Memang ini sulit, mohon dipertimbangkan dan diskusikan dengan teman-teman Anda,” tutup Raka Sandi. [Humas DKPP]