Gorontalo, DKPP – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI Dr. Alfitra Salamm memaparkan tugas dan fungsi DKPP kepada insan pers Kota Gorontalo dalam kegiatan NGETREN Media (Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu dengan Media) yang diadakan di Kota Gorontalo, Sabtu (5/12/20202).
Dalam kesempatan itu, Alfitra mengungkapkan, sepanjang tahun 2020 DKPP telah menerima 314 aduan. Angka ini terhitung per 4 Desember 2020.
“Yang non tahapan itu totalnya 109, ini kapan pun bisa terjadi. Kalau yang tahapan itu 205 aduan,” ucap Alfitra.
Menurutnya, tidak semua aduan itu diperiksa dalam sidang DKPP karena harus melalui tahapan verifikasi terlebih dahulu. Alfitra menegaskan, DKPP tak akan berkompromi dengan penyelenggara yang memang terbukti melanggar kode etik penyelenggara pemilu.
“Kami tidak segan-segan mencabut nyawanya dengan pencabutan SK. Dari 2012 hingga 2020 sudah ada 663 penyelenggara yang diberhentikan tetap,” jelasnya.
Untuk diketahui, NGETREN Media di Kota Gorontalo diikuti oleh sekitar 20-an wartawan dari Kota Gorontalo, mulai dari media cetak, elektronik hingga online.
Kepada para wartawan ini, Alfitra juga menekankan bahwa pelanggaran kode etik yang diperiksa DKPP adalah persoalan individu. Dengan demikian, pemeriksaan yang dilakukan DKPP bukanlah pemeriksaan terhadap lembaga penyelenggara pemilu, melainkan hanya pada perorangan saja.
Provinsi Gorontalo sendiri termasuk salah satu provinsi yang paling minim dari segi aduan untuk dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.
Kendati demikian, ia menegaskan potensi pelanggaran etik dapat dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja. Karenanya, ia pun menyerukan awak media Di Gorontalo untuk senantiasa mengingatkan seluruh penyelenggara pemilu agar tidak coba-coba melanggar kode etik penyelenggara pemilu.
“Ingat etik itu ingat DKPP. Ingat DKPP berarti ingat malaikat izrail. Kehormatan lembaga penyelenggara pemilu itu yang kami jaga, agar lembaga penyelenggara pemilu tetap dipercaya, mendapat trust,” jelas mantan peneliti politik LIPI ini. [Humas DKPP]